Source :
http://bukuharianoethis.blogspot.com/2011/11/mengenal-lebih-jauh-kedalam-gunung.html
Saya adalah seorang pendaki mungkin apabila di
kategorikan saya hanyalah pedaki yang amatir, karena pendakian yang saya
lakukan / saya kerjakan hanyalah untuk mencari kepuasan hati & Mengkagumi
kebesaran Allah Swt.
Pada awal tahun 2002, Saya dan
ketiga teman saya Encam, Naning, Peking, dan saya sendiri Utis Sutrisna
merencanakan sebuah pendakian tetapi kami semua belum tahu untuk mendaki ke
Gunung mana yang akan kami tuju, Tiba - tiba Naning bertemu saya dia bilag "Tis
gw belum pernah naik gunung sama lo kira - kira kapan ya bisa naik bareng Tis
terus kegunung mana ya Tis yang enak kita naik bareng?........", saya
jawab "Wah Ning gw belum tau nih mau naik kemana tapi gw pingin naik ke
tanah tertinggi di Jawa Barat Ning!!",Gimana kalo kita ke Ciremai aja, tak
lama kemudia saya bertemu dengan salah satu teman saya dia adalah salah satu
orang yang pertama mengawali dan menemani hoby saya mendaki Encam namanya,
terus saya bilang ke Encam , "Cam Naning ngajak naik bareng gimana kalo
kita naik ke Ciremai?......", Encam ngejawab boleh Tis kapan?.......gimana
kalo bulan April Cam, boleh!!.
Kemudian salah satu teman saya
Peking datang di pertengahan obrolan saya dengan Encam, Peking langsung gabung
dengan obrolan kami dia bilang "Lagi ngbroin apa lo berdua?....",saya
pun menjawab "Gini King, Naning ngajakin naik bareng terus gw punya
rencana sih pingin naik ke Ciremai!!", Peking langsung jawab "boleh
tuh gw ikut deh!". Besok harinya Peking datang ketempat biasa kami
nongkrong "Woy gw dah beli cariel baru nih yo siap berangkat",
akhirnya kami semua merencanakan lebih lanjut untuk pendakian yang belum tau
track atau jalur pendakian gunung Ciremai, akhirnya kami mencari informasi dari
kawan - kawan kami yang sudah melakukan pendakian ke gunung tersebut.Dengan
informasi yang sangat minim kami pun menentukan hari keberangkatan.
Proses Keberangkatan
Sebenernya kedua orang
tua saya tidak pernah mengijinkan saya untuk mendaki gunung tetapi anak seusia
saya pada saat itu lagi senang - senang nya mencari sebuah pengalaman
baru , Jadi setiap saya ingin melakukan pendakian peralatan
pendakian saya selalu lebih awal di packing karena apabila ketauan ibu saya
pasti saya akan batal melakukan pendakian, jadi caranya kami meminta ijin
kepada kedua orangtua saya kami semua sebelum berangkat datang dahulu kerumah
saya setelah ibu saya selesai solat subuh lalu kami meminta ijin kepadanya
dengan peralengkapan yang sudah ada di punggung kami masing - masing itu
saat yang sangat tepat bisa dikatakan dengan memaksa ,akhirnya kedua orangtua
saya mau tidak mau mengijinkan kami walaupun wajah mereka menunjukan tidak
ikhlas mengijikan kami semua, saya pun langsung mencium tangan ke dua orang tua
saya sambil meminta do'anya "Mah Utis berangkat dulu do'ain ya mah!",
Encam, Naning, Peking pun bergantian meminta do'a kepada kedua orang tua saya.
Kamipun melakukan
keberangkatan pada hari selasa pagi kurang lebih mulai berangkat dari
rumah sekitar jam 5 pagi menuju terminal Bekasi, dan sebenarnya kami semua
tidak tau sebenarnya posisi gunung Ciremai itu dimana, Tetapi yang
terpenting untuk kami hanya tahu di kota mana gunung Ciremai itu berada untuk
kami itu pun sudah cukup, dan itu memang selalu yang kami lakukan karena
apabila dari salah satu teman mendaki kami sudah tahu dimana letak gunung yang
akan kami daki, kami merasa kurang asik alasanya kita berusaha ingin mengerti
gunung yang kita daki dengan bersama - sama mencari jalan kepuncaknya! akhirnya
kita semua menuju ke kota Cirebon.
Dipertengahan jalan, bus yang kami
naiki istirahat disalah satu pom bensin lalu kami semua membeli makanan unuk
mengganjal perut kami tidak lama kemudian ada seorang leleki berjaket hitam,
kacamata hitam kurang lebih berusia 30 tahun nan menghampiri kami, ia bertaya
"Mau kemana mas?....." diantara kami menjawab "Ga kemana - mana
ko mas!!" , lelaki itu malah bilang "Ah mas mau mendaki ya itu bawa
tas besar - besar!", Encam menjawab "ia mas kami mau naik ke
Ciremai!" ,Oh mau ke Ciremai kalo mau naik kesana?.. lebih baik lewat
jalur Palutungngan aja mas lebih landai dan pemandangan nya lebih indah kalo
dari jalur sana , Encam menjawab "oh gitu ya mas!" ia sebenarnya
rencana kami semua ingin mendaki belum tau lewat jalur mana tapi recana kami
mau lewat jalur Linggar Jati mas! lelaki itu menjawab wah lewat Linggar Jati
jalurnya lebih curam mas saya juga suka ngebawa rombongan anak - anak
Universitas untuk melakukan pelantikan di perkemahan di bawah kaki
gunung Ciremai lewat Palutungngan. Kalo mas mau nanti saya antar kearah
jalurnya, kami merasa sudah sangat akrab dengan lelaki itu padahal kami cuma
bertemu di tempat istrahat bus, ia pun memberikan no telpon di kertas ke saya
lalu saya simpan didalam dompet .
Akhirnya kita semua percaya
ucapan lelaki itu karena alasannya sangat masuk akal dan kelihatan dari postur
tubuh nya seorang pendaki yang profesional dan ia pun mengantar kami sampai
kearah Palutungngan, kamipun berpisah setelah lelaki itu bilang kamu naik ajah
angkot itu dia kearah Palutungngan ko.
Sampai di pos pendaftaran
jalur Palutungngan
Kami semua
tiba kesebua pos pendaftaran untuk pendakian, lucunya kami ragu dengan pos
tersebut selain posnya sudah tidak layak banyak bagian yang rusak dan tidak ada
satu orang pun yang menjaga pos tersebut, akhirnya kita istirahat di pos itu
sambil bertanya kepada warga sekitar yang lewat, "Pak permisi saya mau
tanya kalo mau mendaki mendaftar kemana ya pa ?....." Oh tunggu disini ya
mas saya pangil dulu pak Sandy yang menjaga pos ini tapi orang nya lagi di
kebun!!". Ia pa kami tunggu, kami semua makin bingngung, sambil menunggu
saya meliahat - lihat kedalam pos dari luar karena masih tekunci itu ada sebuah
mading di dalam sana saya melihat isi mading itu tentang keindahan pemandangan
puncak gunung Ciremai yang ingin kami daki.
Ga lama kemudian pak Sandy
datang akhirnya pos dibuka dan kami semua masuk kedalam, anehnya setelah saya
masuk kedalam mading yang saya lihat dari luar tadi ternyata isinya bukan
"Foto - foto keindahan puncak gunug Ciremai", melainkan sebaliknya
ternyata mading tersebut berisikan "Foto - foto epakuasi korban - korban
pendaki ". Yang mengalami kecelakaan pada waktu pendakian, Saya langsung
kaget tetapi saya tidak bilang kepada salah satu pun teman saya, peroses
pendaftaran pun akhirnya selesai, pak Sandy lalu menanyakan perlengkapan kami
"Apa perlengkapanya sudah lengkap?..." kami menjawab lengkap pak.
Salah satu dari kami menanyakan ke
pak Sandy "Pak rencana kami mau turunnya lewat jalur Linggar
Jati?....", Oh gitu kalo mau turun lewat jalur itu nanti di puncak sana
ada satu "nisan" salah satu pendaki dari kota Bekasi kalian
harus lewati terus jalan kedepan nanti terlihat ada plang atau papan petunjuk
yang di paku di pohon jalur Linggarjati, "Ia Trimakasih ya pa!" lalu
kami semua pamit berangkat menempuh jalur Palutungngan tersebut.
Awal memasuki
Palutungngan
Kami
melewati pemukimman desa Palutungngan benar ucapan lelaki yang bertemu di
bus memang jalur palutungan sangat indah dan tidak terlalu curam, Sepanjang
perjalanan kami bercanda agar perjalanan yang kami tempuh tidak terasa terlalu
jauh dan cape diselang waktu kami melewati pemukimman kami semua disuguhkan
dengan hamparan ladang wortel yang tumbuh sangat subur di kaki gunung Ciremai
tersebut, diantara kami pun menyempatkan diri untuk meminta beberapa wortel
dari si pemilik ladang ,kami pun membawa wortel tersebut untuk bekal di
perjalanan.
Selama kami
berjalan mengikuti jalan setapak yang kami lalui benar - benar terasa alami
sepertinya alam yang membuat jalur dengan sendirinya, Kami tidak menyadari
bahwa jalur yag kami lalaui sepertinya sudah sangat jarang dilalui para pendaki
track yang kami lalaui terbentuk asli dengan sendirinya kamipun terhalang dengan
tumbangnya salah satu pohon besar yang menutupi jalur setapak, akhirya kami
berhenti melihat sekeliling dan berpikir mau lewat mana,lalu tidak lama
kemudian ada satu kelompok pendaki yang turun dari atas berlawanan arah dari
kami mereka menuruni jalur lewat pohon yang tumbang didepan kami agak kaget dan
rombongan pendaki yang turun itu hanya tiga orang akhirnya menghampiri kami ia
bertanya kepada kami "Mas mau muncak ya?....." ia mas wah jalurnaya
tertutup pohon tumbang ya mas!" ia kalo gitu saya lanjut turun ya mas,
sukses ya sampe puncak" !, "Kami menjawab ia mas tanks ya
mas", lalu kami semua melanjutkan perjalanan dengan melewati pohon besar
yang tumbang itu yang sangat licin penuh dengan lumut, Kami semua dengan hati -
hati sambil merangkak melewati pohon tumbang itu akhirnya kami semua sampai
menemukan jalur setapak lagi.
Langit pun mulai gelap
dan kami pun menemukan rombongan pelantikan pecinta Alam salah satu Universitas
kota Cirebon, Kami memutuskan mendirikan tenda didekat rombongan pelantikan
tersebut.Waktu pun semkin malam udara disekitar pun mulai terasa dingin untuk
menghangatkan tubuh kami akhirnya kami membuat kopi dan memasak untuk makan
malam,Tidak lama kemudian kami mendengar seperti suara rombongan sampai ke
tenda pecinta alam yang berada didekat tenda kami.
Pagi
hari pun tiaba matahari pun sudah menembus kabut dan dedaunan kami terbangun
lalu kami mandi di sungai yang dekat tenda kami dan yang lain mengepack
peralatan pendakian ada juga yang membuat sarapan untuk mengisi tenaga
kami,Setelah semua selesai kami pun pamit dengan rombongan pelantikan pecinta
alam itu dan disitulah akhir kami bertemu orang lain selai kami berempat.kami
terus melanjutakan pendakian melawati jalan setapak yang benar - benar
alami ini dan banyak sekalai papan peringatan yang dibuat para pecinta alam
(ranger) untuk tatertib pendakian Ciremai, ada yang berisika "DILARANG
BICARA TIDAK SOPAN / SEMBARANGNGAN" dsb.
Kami melanjutkan
perjalanan menuju puncak gunung Cermai sepanjang perjalanan kami masih tetap
menghibur diri kami dengan bercanda karena memang salah satu dari kami yang
bernama Naning anaknya sanagatlah kocak, kebetulan si Naning itu belum pernah
melihat pohon atau ladang Edeluis (bunga abadi yang ada di gunung), disepanjang
jalan kami semua membohongi Naning kalo ada bunga liar yang kami lewati, kami
semua bilang kepadanya "Ning tuh bunga abadi" denagan senangnya
Naning memetiknya lalu kami menertawakanya "Bukan Ning nanti mungkin
dipuncak sana kita nemuin Edeluis".
Misteri Goa Walet yang
ada didekat puncak gunung Cermai
Mungkin kurang lebih sekitar dua jam lagi perjalanan kalo dilihat dengan mata
kepala kami bisa sampai puncak, tiba - tiba Peking menghentikan perjalanan ia
berkata " Woy break dulu ya kayanya gw ga sanggup lanjutin lagi perjalanan
lagian juga gw susah nafas terus sudah sore gimana kalo kita buka tenda
disini". Saya menjawab "King bentar lagi sampe kepuncak tuh dah
keliatan puncaknya". Peking tetapa saja tidak bisa melanjutkan perjalanan
lagi mungkin karena Oksigen mulai menipis karena ketinggian, Peking makin
terasa susah bernapas, Akhirnya kami memutuskan membuka tenda ternyata
disekitar kita ada sebuah Goa yang bernama "Goa Walet".
Tetapi
saya pribadi jujur awal melihat mulut Goa tersebut merasa sangat takut lalu
saya berpendapat "gimana kalo diriin tenda di luar Goa aja?....",
Lalu Peking memprotes "Gw ga mau klo diriin tenda diluar Goa mending
didalem aja lebih aman kalo ada badai kita ga bakal kena badai itu salah satu
alasannya Peking", Saya berpikir ga akan kena badai karena posisi untuk
menjangkau ke Goa tersebut harus turun mungkin sekitar 5 - 7 meter, jadi
sebenarnya walaupun kami mendirikan di luar Goa kita terlindung di balik tebing
yang ada disekitar kita atau tepatnya kami semua berada di sekitar antara
tebing tersebut.
Akhirnya Peking malah emosi dia tetap saja memaksa kami semua untuk mendirikan
tenda didalam Goa sampai ia membanting derigen stock air minum yang ia bawa,
akhirnya Encam dan Naning menenangkan keadaan mereka bilang, " ya udah Tis
kita cek aja dulu ke dalam Goa itu siapa tau ada tempat yang enak!!", Lalu
kami semua mengecek kedalam Goa, dimulut Goa banyak sekali botol - botol air
mineral yang berfungsi menampung tetesan air yang jatuh dari stalektit yang ada
di sekitar mulut Goa.
Yang ada di
benak kami, mungkin air itu utuk membantu parapendaki yang kehabisan stock air
untuk menuju kepuncak karena sudah tidak ada lagi sumber air untuk menuju
kepuncak selain tetesan air dari stalektit tersebut, dengan bantuan senter dan
lampu badai untuk menerangi pandangngan mata kami untuk melihat kedalam
Goa, karena benar-benar tidak ada cahaya selain dari senter dan lampu
badai tersebut akhirnya kami menemukan tepat yang sangat sempit tetapi cukup
untuk berbaring empat orang, tanahnya sangat lah halus mungkin seperti rumah -
rumah dipedesaan yang lantai hanya tanah yang sudah keras dan mengkilat
hitam kurang lebih seperti lantai yang terbuat dari tanah dan di atasnya sudah
diberikan pelastik untuk menahan tetesan air dari atas Goa tersebut dan kami
pun tidak pernah tau siapa ya memasangnya, akhirnya kami memutuskan menginap
ditempat itu karena dari yang kami lihat hanya tempat itu yang terbaik menurut
kami.
Kami membawa
peralatan kami kedalam Goa itu dan merapihkan untuk menginap semalam ditempat
itu walaupun kami tidak bisa mendirikan tenda untuk kami tidur kami hanya
menggunakan tenda dan matras untuk mengalasi kami tidur, diatas langit - langit
Goa tersebut memang banyak sekali sarang burung walet karena burung - burung
walet banyak bersarang di antara cela - cela atap Goa dan berterbangngan dari
langit - langit Goa tersebut.Kami berpikir mungkin Goa ini dinamakan "Goa
Walet" karena banyak sekali burung walet yang bersarang di Goa ini.
Tanpa kami sadari dari tempat
berbaring kami yang kurang lebih 2 x 3 meter dibawah kaki kami ada lubang yang
sangat gelap yang kami cek dengan menjatuhkan batu kedalaman lubang atau rongga
Goa tersebut untuk mengetahui apakah dangkal atau sebaliknya ternyata lubang
itu sangat dalam sampai batu yang tadi kami jatuhkan sangat lama menyentuh
dasar lubang tersebut pantulannya pun terdengar sangat jauh ,rasa
ketakutan saya semakin tambah, lalu waktupun semakin malam kami memutuskan
untuk bebaring , tidak lama kemudaian Encam berteriak disaat kami semua sudah
mulai tidur "Aduh gw kebakar!!" Encam terus menerus teriak "Aduh
gw kebakar...!!" kami semua terbangaun lalu bertanya " Apa yang
kebakar Cam?....", Encam menjawab ini badan gw kaya kebakar lalu Encam
membuka jaket yang ia pakai dengan penerangan senter dan lampu badai kami
melihat kearah yang terasa terbakar pada tubuh Encam tepatnya di bawah
ketiaknya ternyata kulitnya terkelupas kurang lebih mukin lebarnya setelapak
tangan orang dewasa. Lalu kami mengobatinya dengan
peralatan P3K yang kami bawa, ternyata Encam cek penyebab kulitnya
terbakar karena "minyak tanah yang tumpah dijaketnya dari lampu badai yang
dia taruh di dalam tas nya yang dibalut jaketnya untuk terhindar dari benturan
ternyata isi minyak dilampu itu masih tersisa dan tumpah
dijaketnya".Pengalaman yang kita dapat dari kejadian itu ternyata minyak
tanah sangat berbahaya apabila dikeadaan suhu yang dingin apabila terkontak
langsung dengan kulit.
Lalu kami semua
melanjutkan tidur suasana di dalam Goa semakin mencekam tidak lama kenudian
Naning membangunkan saya "Tis bangun?..." kenapa Ning, Naning
menjawab "gw pingin kencing tapi di mana ya gw serem banget nih" saya
menjawab " Sama gw juga dari tadi nahan kencing Ning" Encam dan
Peking akhirnya terbangun dari tidurnya karena mendengar obrolan kami berdua
mereka pun menyarankan "Ya udah kencing aja di depan sini Ning!",
jadi akhrinya kami berdua buang air kecil di lubang yang ada di bawah kaki kami
yang sebelumnya lubang yang kami cek dalam sekali itu, kami berdua pun
melanjutkan istirahat karena besok pagi kami semua harus sudah melamjutkan
pendakian ke puncak.
Pagi hari pun tiba kami lihat
jam sekitar 06.15, tetapi kami semua tidak melihat cahaya matahari sedikitpun
yang masuk ke dalam goa.Tiba - tiba Peking bangun dari tidurnya belum
sedikitpun minum ataupun mengucek kedua matanya ia seperti orang Menyanyi dan
yang sangat anehnya ia menyanyikan lagu yang kami tidak tahu liriknya karena
pas kami perhatikan dan kami tanyakan "King lo nyanyi lagu siapa?.....
" Peking menjawab dengan santainya "Gw g nyanyi apa - apa ko".
Saya pun bingngung karena saya jelas - jelas mendengar Peking menyanyikan
sebuah lagu, syair lagu yang Peking nyanyikan yang saya masih ingat dengan
jelas "Aku Terdampar Di Hutan yang Luas Ini" dan jujur
saja nadanya pun lumayan bagus Peking nyanyikan, Ya sudah kami semua
mengabaikan nyanyian tersebut, Lalu kami semua packing barang masing - masing
untuk melanjutkan pendakian kepuncak.
Pendakian menuju puncak
ciremai (Batu nisan pendaki dari kota Bekasi yang ada dipuncak Ciremai
Kami pun melanjutkan pendakian ke puncak gunung Ciremai ternyata
untuk mencapai puncak kami harus melewati jalur yang sangat terjal penuh dengan
bebatuwan dan sudah tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh besar disekitar puncak
sana, Mau tidak mau kami semua merangkak dengan beban cariel masing - masing
yang kami bawa hanya dibantu bebatuwan yang ada di sekitar untuk berpegangan,
banyak juga bebatuan yang jatuh akibat kami jadikan pijakan dan pegangan ada
beberapa batu yang jatuh mengenai kepala kami akhrirnya kami mendaki dengan ber
zig zag agar bebatuwan yang jatuh tidak tertimpa lagi karena sangat berbahaya
apa bila diantara kami tergelincir kebawah sana.
Mungkin kurang lebih
satu setengah jam kami melewati jalur yang sangat curam itu akhirnya kami
sampai dipuncak gunung Ciremai, Kami berempat sangat bangga dan sangat
mengkagumi kebesaran Allah SWT, mungkin itu semua ungkapan yang
umum bagi para pendaki karena dengan kita berada di puncak atau berdiri di
tanah yang Allah ciptakan lebih tinggi dari sekitarnya kita semua akan
merasakan mahluk yang sangat kecil yang tak ada bedanya dengan butiran debu,
"ia menurut saya mungkin ini lah salah satu Allah
memberikan hobi atau sebuah keinginnan pada setiap umatnya apapun keinginannya
tanpa terkeculi apabila sudah dapat mencapainya Allah
memiliki tujuan agar setiap umatnya dapat mensyukuri nikmat yang ia berikan dan
memahami bahwa kita semua mahluk yang sempurna agar dapat mengetahui
kebesarannya" Lah ko gw jadi curhat ! lanjut
Kami berempat menikmati
pemandangngan yang sangat indah dari puncak sambil menikmati wortel yang kami
bawa dari perkebunan di bawah kaki puncak Ciremai, ternyata wortel yang kami
bawa di makan dengan gula pasir terasa nikmat pa karena laper ya!, tidak lama
kemudian kami mengambil gambar disekitar puncakkami sudah capai, kawah nya pun
terlihat indah banget berwarna hijau, Tiba - tiba ada seekor burung yang datang
menghampiri di saat kami mengambil gambar kamipun tidak tau nama burung
itu,warna burung itu colat kepalanya coklat tua sebesar burung poksai uniknya
burung itu tidak takut dengan kami semua ia meloncat - loncat mendekati kami
semua lalu Naning mendekati burung itu lalu Naning seperti mengajak ngobrol
burung itu "Burung - burung sini!" dan Naning memuji burung itu bagus
ya kami semua ternyata memiliki pemikiran yang sama agak aneh juga ya belum
pernah selama pendakian sampai puncak gunung yang kami pernah daki bertemu seekor
burung yang terlihat jinak, tak lama kemudian burung itu meloncat agak menjauh
dari kami semua dan burung itu pun terbang entah kemana.
Lalu kurang lebih
sekitar satu jam kami di puncak sana setelah selesai menikmati puncak,
istirahat dan mengisi perut kami pun meng habiskan perbekalan kami di puncak
selain memang kami membawa perbekalan secukup nya karena kami pikir kami untuk
melanjutkan perjalanan turun dari puncak sampai Kelinggar Jati lebih cepat dari
pada kami mendaki, jadi kami berpikir sore hari sudah sampai Kelinggar Jati.
Salah satu dari kami
ingat bahwa ada salah satu pendaki dari kota kami yang dibuatkan batu nisan
oleh keluarganya dipuncak gunung Ciremai lalu kami memutuskan untuk mencari
batu nisan tersebut karena kamipun tidak pernah tau sebelumnya jadi kami sangat
ingin mengetahui batu nisan itu, akhirnya kami menemukan nisan tersebut
walaupun sebelumnya kami salah dengan batu nisan tersebut karena di puncak sana
ada sebuah patok mungkin kami namakan karena terbuat dari batu yang dicor kami
semua pun sudah mendo'a kan patok tersebut yang kami kira nisan, kamipun
melanjutkan perjalanan untuk turun dari puncak menuju jalur Linggar Jati.
Ternyata sebelum kami
menemukan jalur Linggar Jati kami menemukan sebuah batu nisan salah satu
pendaki dari kota kami Bekasi lengkap seperti batu nisan pada umumnya
bertuliskan nama, tanggal, bulan,dan tahun wafatnya .Saya hanya ingat tahunya
ia wafat persis satu tahun yang lalu 2001 kalo tidak salah bulannya sama
kami mendaki yaitu bulan April, di sekitar batu nisan tersebut ada berberapa
botol air mineral dan botol parfum, mungkin itu adalah bukti bahwa banyak juga
para pendaki yang mendo'a kan salah satu pecinta alam yang telah mendahului
kita semua.Kami pun bersama - sama mendo'akan dan Encam pun meninggalkan
sebotol bekal air mineral yang ia bawa.
Misteri
di lembah gunung Ciremai
Kemudian kami pun melanjutka perjalanan mencari jalur Linggar Jati ketika kami
menyusuri jalan sekitar satu meter dari bibir kawah, kami pun menemukan jalan
seapak yang kami kira jalur Linggara Jati kami pun mengikuti jalur
setapak tersebut tidak lama kemudian sekitar 15 menit kami menelusuri jalan
tersebut ternyata jalur setapak tersebut terputus tidak ada jalan lagi tertutup
tanaman liar yang ada di sekitar puncak, dengan cepat kami semua memutus kan
kembali lagi ke puncak karena kami tidak mau ambil resiko untuk tersesat di
gunung ini, belum ada satu pun dari kami yang panik setelah menemukan jalan
setapak yang salah tersebut, lalau kami menemukan kembali jalan setapak salah
satu dari kami mengecek jalan setapak itu dan setelah di cek betul jalur itu
benar - benar jalur untuk turun ke kaki gunug Ciremai.
Kami
menganggap bawah jalur yang kami lewati itu benar untuk arak ke Linggar
Jati setelah sekitar 20 menit kami menempuh jalan setapak yang kami jadikan
acuan untuk sampai kekaki gunung Ciremai tepatnya jalur Linggar Jati ,kami
semua di hidangkan dengan pemandangan yang kami tidak pernah lihat sebelumnya
terutama Naning kawan saya yang belum pernah melihat bagaimana pohon edeluis
ternyata kami semua berada di ladang bunga abadi tersebut.
Denagan
sangat gembiranya kamipun mulai memetik bunga - bunga abadi tersebut sambil
menyusuri jalan setapak hingga tanpa kami sadari ternyata kami berada tidak di
jalan setapak lagi melainkan kami semua ada di dalam rongga tanah mungkin dapat
di ibaratkan persis seperti jalur air yang sudah kering awalnya rongga itu
dalamnya sekitar betis orang dewasa, tetapi tanpa kami sadari sambil memilih -
milih bunga abadi tersebut ternyata rongga tanah yang kami susuri semakin
dalam dan besar malah kurang lebih kami ada di kedalaman 4 - 5 meter dalam
rongga tanah tersebut.
Kemudian
kami berhenti sejenak untuk istirahat dan membicarakan "kenapa ko makin
lama makin dalem sama makin lebar ya ?........",Saya memberi saran kepada
Encam "Cam gimana klo kita balik lagi keatas soalnya nih jalur gw ga
yakin?.....",Wah Tis klo kita naik lagi udah jauh banget nih puncak dari
sini kita semua bisa kemaleman sampe bawah.
Kedua teman
saya pun yang lain mereka berpikir sama "ia tenyata kita sudah jauh juga
dari puncak ", mungkin kita sekarang sudah sampai Lembah
gunung ini.Perasaan saya pribadi sudah mulai tidak enak meskipun dari kami ada
yang masih santai dengan keadan saat ini malah ada yang berpendapat diantara
kami "Siapa tau kita bisa nemuin jalur baru dan dekat sampai bawah
sana!!!".
Kami terus
menyusuri jalur air (rongga tanah) yang terus semakin dalam akrinya kami
memutuskan untuk naik keatas ketepi rongga tersebut kami menyusuri tepi rongga
tersebut akhirnya kami ditemukan hamparan rumput gajah yang sangat luas mungkin
kami dapat ibaratkan seperti kita melihat sawah - sawah yang terhampar sangat
luas di pedesaan, Dari jarak kurang lebih 50 - 100 meter baru terlihat sebatang
pohon kecil yang hidup di dataran tinggi di antara rumput - rumput gajah di
sekitarnya.
Dengan
berpikir positif kami semua melanjutkan perjalanan untuk menuju ke kaki gunung
lagi - lagi kami mengulangi kejadaian yang sama awalnya kami menelusuri
hamparan rumput liar tersebut hanya tinggi nya sebetis orang dewasa semakin
kami menulusuri ke bawah sana ternaya kami harus mengeluarkan belati yang kami
bawa untuk membuka jalan yang terhalang rumput itu terus semakain tinggi,
Naning adalah orang yang terpendek dari kami semua ia mulai tertutup oleh
rumput liar tersebut tinggi rumput liar hampir melewati pundak Naning, tidak
lama berselang Naning yang berjalan di paling belakang berteriak
"Mundur....mundur...mundur...kayanya kita g bisa terus nyusurin jalur ini
semakin kebawah semakin tinggi rumput nya kita semua bisa ketutup rumput
ini!!", Ia mengatakan nya itu sudah berada diatas pohon yang ada di
sekitar situ yang tingginya mungkin 3 - 4 meter batangnya pun selengan orang
dewasa.
Akhirnya kami
mengikuti perintah Naning, kami semua kembali turun ke rongga tanah yang
tadi yang tinggi nya mungkin 2 - 3 kalai lipat dari kita semua.Langait pun
mulai gelap tanpa kami sadari sampai saat ini bagai mana kami semua bisa keluar
dari rongga itu, yang sangat jelas sampai sekarang.Sekitar jam lima sore kami
menemukan aliran air seperti sungai yang air nya sangat sedikit dan penuh
bebatuwan itu berada di tengah - tengah jurang di sebelah kanan dan kiri kami
tebing - tebing yang sangat curam, haripun semakin malam akhir nya kami semua
memutus kan untuk mendirikan tenda di dekat sungai tersebut.
Malam
pertama kami tersesat di lembah gunung Ciremai
Kami pun dengan cepat
mendirikan tenda untuk beristirahat setelah tenda selesai berdiri kami pun menyadari
bahwa perbekalan makanan kami sudah habis, mungkin untuk menghangat kan tubuh
dan menambah tenaga masih bisa walau pun hanya dengan meminum segelas kopi
panas akhirnya kami membuka cariel yang di bawa oleh Naning karena dia yag
membawa cariel yang berisikan komsumsi kami lalu Naning mencari kopi dan gula
ternyata kopi dan gula yang kami bawa hilang dari cariel, kami semua mencari
dan membongkar cariel itu tetap saja kopi dan gulanya hilang, yang tersisa han
nya garam dan cabai saja, dengan keadaan yang sangat dingin dan perut kami
terasa sangat laper kami semua menyemil garam dan cabai yang masih tersisa kami
anggap lumayan untuk memberikan rasa pada lidah kami yang tadinya hanya meminum
air dari sungai yang kami telusuri.
Saya ingin membuang air kecil
lalu saya keluar dari tenda kearah belakang tenda di saat sedang membuang air
kecil saya tidak sengaja melihat lampu - lampu pemukiman di wilayah kaki gunung
Ciremai, saya langsung memangil salah satu kawan saya, "Ning kita dah
deket tuh lampu - lampu pemukiman dah keliatan dari sini sama genting
nya!". Naning, Encam, Peking pun langsung keluar dari tenda lansung
bertanya "mana?....", Tuh sini liat ia pun semua melihat pemukiman
yang terlihat sangat cukup dekat dengan tempat kami bermalam.
Kami pun kembali masuk
kedalam tenda, Naning pun merencanakan untuk besok pagi "Besok kita semua
bangun jam limaan pagi terus kita tutup tenda paling sekitar jam sembilan kita
dah sampe di perkampungan!" kami semua benar - benar sangat gembira sampai
rasa laper agak kami lupakan bukan hilang, kami langsung beristirahat untuk
melanjutkan perjalanan ke perkampungan yang tadi kami lihat.
Sekitar pukul lima pagi kami
semua sudah terbangun karena mungkin kami semua sudah tidak sabar ingin cepat
sampai di perkampungan agar bisa mengisi perut yang sudah kosong dari kemarin,
kami bergegas menutup tenda dan mengecek perlengkapan yang kami bawa masing -
masing karena jangan sampai teledor seperti kasus gula dan kopi kemari tiba -
tiba bisa hilang, setelah semua sudah beres perlengkapan yang kami bawa kamai
pun berdo'a meminta agar di lancarkan dalam perjalanan pulang.
Sebelum kami melangkah untuk
melanjutkan perjalanan kami melihat kearah perkampungan yang kami lihat cukup
dekat semalam ternyata tidak ada satu rumah penduduk yang kami lihat kami semua
hanya melihat hamparan hutan yang sangat luas dan tertutup oleh pepohonan yang
besar dan rindang kami hanya melihat hamparan hutan belantara, padahal kami
sangat jelas semalam melihat sebuah pemukiman penduduk jelas terlihat bola
lampu dan genting rumahnya.
Kami semua mulai sadar ternyata kami
memang mulai tersesat semakin dalam kehutan yang kami daki ini, di dalam
pikiran kami semua sama kami tersesat bukan hanya karena salah arah kami ada
sebabab lain?.........!", tetapi di antara kami pun tidak ada yang berani
mengucapkan nya.
Encam mulai mengambil alih
untuk membuka jalan "Ayo pasti kita dapet jalan keluar gw yakin yo kita
semangat", kamipun mulai melangkah mengikuti kemana arah Encam yang
menjadi pembuka jalan dia memilih mengambil naik ke atas tebing yang ada
disebelah kiri kami, kamipun mulai merangkak menaiki tebing itu tanpa alat
bantu sama sekali untung nya tebing itu tanah bukan bebatuwan kami pun bisa
menaiki tebing dengan cara memegang akar - akar , ranting , dan bebatuwan untuk
membantu kami mencapainya atas tebing itu.
Sampai di atas tebing kami
berada di hutan yang sangat lebat dan pepohonan yang sangat besar mungkin untuk
dipeluk oleh tiga orang dewasa pun belum tentu bisa memeluknya.Keadaan dihutan
tersebut benar - benar alami, sungguh saya pun selama mendaki gunung yang
pernah saya daki, saya tidak pernah menemukan suasana atau keadaan hutan yang
sealammi ini sampai tak tampak seorang pun pernah menjamah nya, terus Encam
membawa kami untuk menemukan jalan keluar dari lembah atau hutan ini, setelah
sekitar dua jam kami terus membuka jalan kami menemui jalan buntu kami berada
di atas jurang yang sangat curam entah berapa meter kedalaman jurang
tersebut.
Encam pun
mengambil arah balik tak lama kemudian Peking berhenti dan berteriak agak
kencang "Kalo gini berarti kita dibawa Setan keder....!!!Gw tau mungkin
ini semua gara - gara edeluis yang kita petik di puncak pokoknya semua buang
bunga nya!!" ,kami mengeluarkan dari cariel kami masing - masing dan
mengumpulkanya untuk membuangnya , setelah terkumpul dengan keadaan yang sangat
panik kami semua membuang bunga abadi yang kami petik di puncak sana sambil
membaca surat Alfatihah bersamaan.
Alasan Peking atau kami mencurigai
bunga tersebut karen kami bisa sampai ke jalur ini karena rongga tanah yang ada
di dekat puncak yang kami lewati di atas sana dengan ladang bunga abadi yang
tumbu mekar berada di hamparan kami. Perjalanan kami lanjutkan dengan keadaan
yang sangat panik dan takut kami semua mulai Bertaqbir "Allah...huakbar
Allah...huakbar Allah...huakbar...", bersamaan selama kami mencari jalan
keluar Encam masih memimpin perjalanan kami.
Burung
- burung penghuni Lembah Ciremai
Sebuah belati Encam
terus menyingkirkan ranting - ranting yang menghalangi perjalanan di hutan yang
kami lewati, setelah kami melewati hutan yang sangat lebat dan
pepohonan yang sangat besar - besar kami menemui hutan kering istilah
itu kami yang memberikan nama karena hanya berisikan ranting - ranting kering
yang tidak ada daun nya, selain itu cukup luas hutan kering tersebut.
Sekitar lima menit kami
memasuki hutan kering tiba - tiba satu demi satu burung - burung
berdatangan jenis burung nya sama persis seperti jenis burung yang kami temui
di puncak sana, yang kami tak habis pikir saat kami bertemu di puncak sana
hanya satu ekor burung yang datang menghampiri kami. Di hutan kering
sangat berbeda kami di hampiri ratusan burung dengan jenis yang sama mengikuti
kami selama perjalanan di hutan kering itu, uniknya burung - burung itu
tidak takut sama sekali dengan kami ia tidak terbang melainkan seperti orang
berjalan ia hanya meloncat - loncat di sekeliling kami, kamipun merasa
ketakutan dan benar - benar kejadian ini belum pernah terjadi kepada kami
berempat, dengan jumlah burung terus - menerus semakin banyak selama kami
mencari jalan keluar dari hutan kering tidak menutup kemungkinan apabila
burung - burung itu mematuki kami semua!, mungkin kami tidak bisa melanjutkan
mencari jalan pulang.
Tetapi kami sangat beruntung
burung - burung yang sangat amat banyak itu malah terlihat jinak dengan kami
sampai - sampai salah satu dari kami Naning mencoba berbicara ke salah satu
ekor burung yang persis hinggap di depan mata kepala Naning, burung itu hinggap
dan menoleh kearah Naning spontan mengajak se ekor burung untuk bekomunikasi
Naning bertanya kepada burung itu dengan nada yang sedikit putus asa untuk
menemukan jalan pulang "Burung lo tau ga kemana jalan pulang?....",
kami pun menghentikan langkah dan bertanya kepada Naning, "Ning dia ga
bakal ngerti bahasa kita!!", Naning menjawab dengan keputus asaanya
"Siapa tau di ngasih tau jalan pulang kasian dia sama kita!".Jujur
terus terang buat saya peribadi disaat kejadian itu saya pun merasa putus asa
karena yang kami lihat hanya ranting - ranting kering disekitar kami yang dapat
kami lihat hanya warna coklat tidak ada warna lain dan jumlah burung yang
sangat banyak.
Lalu Peking menghentikan
langkah nya dan ia berkata dengan rasa emosi yang bercampur aduk putus asa
"Gw punya ide Cam bagai mana klo hutan kering ini kita
BAKAR?.....",Encam pun menjawab "Gila aja lo King kita semua bisa MATI
KONYOL ke panggang gw ga setuju!!",saya Naning pun tidak setuju dengan
pendapat membakar hutan kering ini.Peking tetap saya ingin melakukan hal
konyol itu dia bilang "Kita cari sungai di deket sini kita bisa aman di
sungai itu kita ga bakal ke panggang terus team SAR datang kita bisa selamat
paling resikonya kita di penjarah!!", dari pada kita semua mati konyol
kelaparan cari jalan keluar.
Kami bertiga tetap saja tidak
setuju dengan pendapat Peking. Encan tetap saja ia optimis untuk
bisa dan yakin keluar dari hutan ini, pada saat kejadian ini Encam dalam
pikirannya "Yang ia ungkapkan setelah kami keluar dari hutan itu!" ,
Ia memiliki rencana "lebih baik kita terus mencari jalan keluar untuk
mengisi perut kita selama mencari jalan keluar kita bisa memanah burung -
burung yang banayak di sekitar kita bahkan bisa kami tangkap burung - burug
tersebut dari pada kita membakar hutan!".
Akhirnya kami tidak melakukan
pelanggaran hukum itu untuk membakar hutan kering itu, kami semua
melanjutkan perjalanan untuk mencari jalan keluar dari hutan kering yang
sedang kami cari jalan keluarnya, Langkah demi langkah kami menyusuri burung -
burung yang sangat banyak sedikit demi sedikit ia berkurang dan tak lama
kemudian kami keluar dari hutan kering dan kami tidak melihat lagi
seekor burung pun yang tadi mengikuti kami selama berada di hutan kering sampai
keluar, kami menemukan hutan yang hijau banyak pepohonan lengkap dengan daun
nya.
Setelah kami berada dia antara
perbatasan hutan kering dan hutan hijau, Encam langsung menaiki salah
satu pepohonan yang ada disekitar kami yang tinggi nya sekitar 10 - 15 meter ia
hanya ingin melihat di mana kah perkampungan yang kami lihat tadi malam itu,
setelah Encam sudah terlihat tinggi menaiki pohon saya bertanya "Keliatan
jalur pulang Cam?.....", Encam pun tidak menjawab mungkin karena kurang
jelas mendengar karen ia lumayan tinggi menaiki pohon itu,setelah melihat -
lihat sekeliling ia pun turun dari pohon.
Ia lalu berkata dengan nafas yang
terlihat benar - benar sangat cape "Gw ga bisa liat apa - apa kecuali
luasnya hutan belantara ini, setelah nanti kita lewatin hutan hijau itu kita
ketemu lagi hutan kering tapi ga terlalu luas kaya yang kita baru
lewatin ini, kayak nya itu keliatan dari atas makin landai, ternyata
Allah benar - benar menciptakan hutan ini kaya di sekat - sekat keliatan dari
atas sana segaris ijo segaris lagi coklat, ijo muda pokoknya kaya gitu
dah.!!", kami semua mendengar kabar dari Encam semakin merasa tidak yakin
hari ini kami dapat keluar dari hutan belantara ini, selain waktu pun terus
berjalan kira - kira saat itu pukul sembilan pagi dan kami menyimpul kan bahwa
masih panjang lagi jalur yang kami harus tempuh untuk sampai di sebuah
perkampungan yang belum jelas keberadaan nya dan sangat tidak mungkin kami bisa
sampai hari ini.
Setelah istirah sebentar yang
kami punya hanya stock air semua hanya bisa minum lagi - lagi untuk menahan
lambung yang sudah terasa sakit, karena kami tidak menemukan sedikit pun buah
atau apapun yang dapat di makan oleh kami di sekitar hutan ini.
Kami pun memulai melanjutkan langkah
kami lagi - lagi kami harus memotong ranting - ranting yang menghalangi kami,
seuasana kembali lagi seperti sebelum kami melewati hutan kering, kami
di suguhkan pepohonan yang sangat besar - besar dan di sekitarnya dipenuhi
pepohonan kecil - kecil yang menghalangi kami. Di pertengahan perjalanan saya
dan Encam mengalami kejadian cukup unik, kami berdua tiba - tiba seluruh kaki
kami berdua tersa ada yang bergerak sangat banyak tersa kecil - kecil da sakit
kami pun berdua berteriak "aduh..,aduh....aduh.....Apaan ini ko sakit
banget kekaki gw ada yang bergerak?.......", Peking dan Naning pun yang
berjalan lebih dahulu ia berbalik ke arah kami berdua "Kenapa
Cam?...", mereka berdua pun bingngung meliha kami yang sedang kesakitan
sambil menepak - nepak kaki kami, Kaki kami berdua terlihat tidak ada luka sedikit
pun atau sobekan tapi anehnya tersa sakit dan bergerak, Encam pun teriak
meminta "Alkohol....alkohol diamana?...... ",akhirnya Encam
menggosokan ke kakinya dengan perban yang sudah diberi alkohol saya pun sama
melakukan itu tidak lama kemudian rasa sakit itu pun berlahan hilang.
Kami mencoba mencari penyebab nya
karena selain dari kami berdua Naning dan Peking memakai celana panjang jadi
mereka tidak merasa kesakitan hanya saya berdua yang mengunakan celana pendek,
jalan yang kami lewati sangat lebat penuh dengan tumbuh - tumbuhan liar yang
kami sebelum nya tdak ketahui, ternyata kami tau penyebab kaki saya berdua
Encam terasa sakit karena kedua kaki kami menyentuh tumbuhan yang apa bila
terkontak langsung kulit ia akan terasa gatal perih dan nyeri, salah satu dari
kami mencabut tumbuhan liar itu dan mencoba menempelkan ke kulit nya ternyata
benar daun itu yang menyebabkan kami berterik merasa kesakitan.
Ternyata hutan hijau yang kami
lewati saat ini sangat berbeda dengan hutan hijau sebelumnya, saya seringkali
tergores ranting - ranting dan tekena duri hutan yang ukuran nya lebih besar di
banding duri - duri yang ada di dataran rendah, walau pun saya mulai banyak
luka dari jalur yang kami lewati saya tidak terlalau menghiraukan rasa sakit
hanya pada awal saja terkena lalu tidak lama kemudian tidak terlalu terasa
kecuali ter kena tetesan air embun yang ada di dedaunnan lumayan terasa perih,
tidak lama berselang sendal saya bukan hanya putus tepatnya berantakan
kebetulan hanya saya yang tidak membawa sepatu hanya membawa sendal.
Salah satu dari kami
memberika sendal jepit tidak lama kemudian sendal itu pun putus karena jalur
yang kami lewati basah dan licin penuh dengan tumbuh - tumbuhan liar yang tak
beraturan. Akhirnya mau tidak mau saya harus melanjutkan perjalanan tanpa alas
kaki, telapak kaki saya pun mulai mengeluarkan darah karen tergores entah
ranting atau apapun itu ternyata yang terluka bukan hanya saya, Encam pun
ternyata dari kaki dan tangan nya mengeluar kan darah juga, mungkin karena kami
berdua hanya menggunakan kaos dan celana pendek saja.
Di tengah perjalanan kami
terhenti Encam memiliki ide "Bagai mana klo sekarang kita cari sungai
terus kita telusurin karena air pasti mengalih dari tempat yang tinggi ketempat
yang rendah, selain itu klo kita kemaleman kita bisa buka tenda di sekitar
sungai biar ga susah cari air,bagaimana?...", kami semua setuju dengan
pendapat Encam itu.
Encam pun langsung memilih jalur
kearah yang terdengar aliran air sungai, kami pun bertiga bergerak mengikuti di
belakang Encam.Tak lama berselang kami bertiga yang hati - hati memilih jalan
yang tidak rata terus menurun dan agak licin, kami mendengar patahan - patahan
ranting yang tertimpa benda "krusaaaakkkkkkk.......debuggggg!!", kami
semua menoleh ke depan ternyata Encam yang tadi di depan kami terpelosok, kami
semua pun berteriak "Cam..cam....cam..Lo ga apa - apa ?.......",
tidak ada jawaban dari Encam sedikit pun kami semua sangat takut terjadi apa -
apa padanya, kami pun terus bergerak semakin cepat ke depan dan ternyata di
depan kami seperti tebing yang lumayan dalam penuh dengan rerantingngan dan
tanah yang agak gembur, kami bertiga melihat Encam di bawah sana yang sedang
menahan kesakitan, mungkin jarak nya sekitar 7 - 8 meter dari tempat kami berdiri,
langsung kami turun menghampiri dengan rasa takut melihat Encam yang sedang
berbaring menahan kesakitan "Cam lo ga apa - apa ?,.......",Encam pun
berusaha menjawab dengan suara yang tertahan seperti susah bernafas
"Eee..Gw gggg...pa..apaa..!", kami bertiga berusaha membantu Encam
untuk bangun dan memberikan air minum akhir nya Encam bisa kembali bernafas
normal, untung nya badan encam tidak tertancap ranting pohon yang patah persis
didekat pinggang belakang.
Dengan kejadian yang baru saja Encam
alami kami semua semakain takut terjadi sesuatu kepada kami berempat dari hutan
belantara ini yang kami tidak ketahui ada apa di depan kami, di sela kami
beristirahat dan menunggu Encam untuk kembali baik lagi, ("saya mulai
mengingat selama pendakian ke gunung Ciremai ini kami berempat hanya bertemu
satu kelompok pecinta alam mereka berjumlah tiga orang yang mengaku baru saja
turun dari puncak sana, kami sempat berbicara dari salah satu mereka,"dah
turun mas?..."ia nih mas wah mas nya telat sih kita semua dah dua hari
disini sekarang kita turun dulu ya mas!", setelah kami sedikit mengobrol
ternyata yang melakukan pendakian di jalur Palutungngan yang sedang kami tempuh
hanya kami berempat saja tidak ada pendaki lagi selain kami berempat yang
sedang menuju kepuncak Ciremai, kabar itu kami tau dari salah satu pecinta alam
yang kami jumpai selama kami berada di gunung Ciremai, mereka bertigalah dan
peserta pelantikan menjadi orang terakhir yang kami temui selama kami melakukan
pendakian sampai saat ini").
Setelah Encam merasa membaik kami
pun bersama - sama ber do'a di dalam kondisi yang benar - benar merasa
ketakutan semoga tidak terjadi apa - apa dengan kami selama melanjutka mencari
jalan untuk keluar dari hutan itu.Peking mulai mengambil alih untuk
membuka jalan tak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan kami, kami belum
menemukan sungai tetapi kami malah kembali menemukan hutan kering yang
sebelumnya Encam lihat dari atas pohon yang ia naiki, kami pun masuk kembali ke
hutan kering berharap kami semakin mendekati aliran air sungai.
Disaat kami mulai memasuki kedalam hutan
kering satu persatu burung yang sama seperti di hutan kering sebelum
nya berdatangan tidak kalah banyak nya jumlah burung itu seperti di hutan
kering yang sebelumnya kami lewati. Kami berempat pun hanya saling melirik
dengan masing - masing memiliki rasa takut yangtidak jauh berbeda, Naning pun
kembali seakan mengajak bicara pada burung - burung itu mungkin yang ada dalam
perasaan Naining pada saat itu mungkin tidak jauh berbeda dari kami yang lain
nya semoga burung - burung itu benar - benar mahluk yang nyata di alam
kehidupan kita bukan sebaliknya, Naning berbicara pada burung - burung
itu,"Burung kita teman tolong kasih tau jalan keluar dari hutan
ini!!!", kondisi mental kami pada saat itu benar - benar kacau bercampur
aduk ketakutan, emosi, cape, putus asa dan rasa lemas yang semakin terasa
karena tidak sedikit pun makanan yang masuk ke lambung kami, tiba - tiba salah
satu dari kami berteriak "Tolong.....tolong.....Pak sandy.....tolong kita
tersesat dihutan ini, tolong......tolong.......team SAR......!!!",dengan
keadaan seperti itu saya merasa sangat putus asa dan kami pun tidak bisa
menutupi kesedihan dan rasa takut kami semua dari kami bergantian berteriak
meminta tolong dengan suara yang agak parau dan memohon kepada Allah SWT, untuk
diberikan petujuk jalan keluar dari hutan ini.
Burung - burung pun mulai berkurang
sedikit demi sedikit kami semua berharap seperti di hutan kering sebelum
nya kami akan cepat keluar dari hutan kering ini, alhasil dugaan kami benar
kami sedikit demi sedikit mulai keluar dari hutan kering itu lagi - lagi
burung - burung itu pun menghilang entah kemana.
Lalu kami menjumpai hutan yang
berbeda dari hutan - hutan sebelumnya yang kami sudah lewati.Suara aliran air
pun mulai terdengar gemuruh nya walaupun terdengar belum begitu jelas kami
semua sedikit mempercepat mencari sumber suara aliran air yang berasal dari
mana karena kami yakin pasti itu sungai.Karena waktu pun semakin gelap kami
takut kemalaman di tengah hutan belantara itu yang tidak ada tempat yang landai
untuk mendirikan tenda tempat kami beristirahat karena track yang kami lewati
mulai curam.
Kami pun mulai berhati - hati
melewati track yang kami tempuh akhirnya kami mendengar semakin jelas arah
sumber aliran air itu kami pun semakin yakin bahwa tidak lama lagi kami
menemukan sungai, menurut kami karena saat itu lebih baik kami ber malam di
dekat sungai di bandingkan di dalam hutan yang kami sedang lalui ini, tak lama
kemudian kami benar - benar menemukan sungai yang kami cari tetapi untuk kami
bisa ke sungai tersebut kami harus menuruni tebing yang dalam nya kira - kira
20 meter dan sangat curam untuk melewati sampai ke tepi sungai yang ada di
bawah sana.
Setelah kami mengecek bagai mana
caranya untuk bisa ke bawah sana dengan aman, akhirnya kami semua sepakat
memilih merambat melewati tebing itu karena menurut kami tidak ada jalan lain
kecuali turun dari tebing, bagiman pun caranya kami semua harus melewati tebing
itu berlahan satu persatu dari kami mulai menuruni tebing itu dengan bantuan
akar - akaran dan ranting - ranting yang menjorok kebawah tebing, kami
pun terus berusaha jangan sampai terjatuh karena posisi tebing dapat dikatakn
nyaris tegak lurus, sesekali kami tidak dapat menjangkau ranting atau pun akar
untuk ber pegangngan kami mau tidak mau menusukan ke sepuluh jari kami ke tanah
yang menjadi dinding tebing tersebut kami semua sudah tidak memperduli kan rasa
sakit yang tersa pada jari - jari kami, yang ter penting untuk kami bisa
bertahan merambat di dinding tebing untuk mencapai sungai itu.
Lagi - lagi saya berdua
Encam tidak memakai sarung tangan alhasil telapak dan jari - jari kami pun
sedikit demi sedikit mengeluarkan darah, hanya jari - jari tangan dan kaki kami
yang menjadi tumpuan untuk dapat bertahan merambat di dinding tebing, terkadang
tanah atau batu yang kami jadikan pegangngan atau pijak kan sering jatuh
(longsor). Longsoran batu - batu dan tanah itu pun sering menimpah di antara
kami yang turun lebih awal, kami pun menuruni tebing itu mengatur jarak dengan
cara zig - zag agar longsorran tidak menimpa kepala kami.
Akhir
nya satu persatu dari kami sudah sampai ke bawah sana "Yo gw dah sampe
bawah........!!", kami pun tidak menyia - nyiakan air sungai itu kami
lansung meminum air sungai yang sangat jernih dan segar itu yang dingngin nya
seperti air yang kita ambil dari dalam kendi dari tanah liat, kami pun
tak henti - henti mengucapkan syukur kepada Allah, "ternyata Allah
membuktikan lagi kebesaran nya tanpa kami sadari kami mampuh menahan berat
badan kami dan di tambah beban cariel di pundak kami masing - masing dan dalam
kondisi yang nyaris bergantungan di dinding tebing kami semua mampu menahan
beban itu "Subhanawllah", baru saja di berikan kekuatan".
Sambil menikmati
segar nya air sungai dan istirahat sejenah karen badan kami sangat terasa lelah
lambung yang belum terisi apapun kecuali air dan pucuk - pucuk daun muda yang
ada selama kami lewati, setelah istirahat kami semua memutuskan untuk
mengikuti aliran sungai, karena keadaan sekitar kami pun mulai gelap menunjukan
sore hari dan kabut - kabut tipis pun mulai menghalangi pandangan mata kami.
Kami
pun bergegas melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai karena sungai nya
pun tidak banyak air nya kira - kira paling dalam sekitar betis orang dewasa
mungkin karena sungai itu berada masih di dataran tinggi, kami terus berjalan
mungkin kurang lebih kami berjalan 15 - 20 menit kami di temukan seperti
air terjun yang tidak terlalu tinggi mungkin sekitar 7 - 8 meter jarak
untuk sampai ke bawah sana.
Setelah kami melihat - lihat ke bawah sana sambil berpikir bagai mana
caranya kami semua bisa turun sampai kebawah Encam menanyakan tali gunung yang
saya bawa di balik bag cover, "Tisa mana tali gunung yang kita
bawa?...", ada Cam gw ambil ya!".
Encam : "Kita bisa turun pake tali ini aja
satu tangan pegangan tali terus satu tangan lagi pegangngan
batu - batuan pasti bisa tapi hati - hati ya!",
Naning : "Gw duluan Cam pegangngin talinya
ya Cam?..",
Kami pun semua memberi semangat Naning
untuk mencoba mencari cela - cela untuk sampai kebawah mungkin tidak terlalu
tinggi jarak nya yang jadi masalah tebing yang berdinding bebatuwan itu sangat
licin karena bebatuwan sudah berlumut dan air sungai pun membasahi hampir
seluruh dinding tebing yang mirip air terjun itu dan dibawah sana penuh dengan
bebatuan," Ayo Ning hati - hati pasti bisa kita turun!", itu yang
terucap dari kami, dengan berlahan naning memegang tali yang kami pegang dari
atas sedik demi sedikit Naning mulai mendekat kebawah sana dan ia sampai, ia
berteriak dari bawah sana " Ayo lo semua pasti bisa ikutin gw caranya
waktu tadi turun!!", kami semua pun satu persatu berhasil menuruni yang
mirip air terjun itu.
Setelah kami semua sampai ke bawah
perjalnan kami lanjutkan mungkin sekitar satu jam lamanya kami menelusuri
sungai itu lagi - lagi kami ditemukan mirip sekali seperti air terjun yang baru
saja kami lewati hanya bedanya ingginya dan sebuah pohon besar yang sudah
tumbang yang besarnya sekitar perut kerbau yang gemuk melintang seperti membuat
sebuah jembatan sampai kebawah sana, kami pun semua mencoba mencari ide bagai
mana kami semua bisa ke bawah sana karena semakin kami melewati jalan yang
terus kearah bawah atau mengiuti aliran sungai ini pasti kami akan terus lebih
cepat menemukan kaki gunung Ciremai itu, setelah kami lihat - lihat sebatang
pohon besar itu permukaanya penuh dengan lumut dan basah karen terkena aliran
air, dinding - dinding tebing pun benar - benar sangat berbeda dan tali yang
saya bawapun tidak cukup panjangnya sampai kebawah sana.
Saya pun memutuskan yang pertama
untuk turun kebawah, "Kayanya kita bisa turun kebawah lewat pohon yang
tumbang ini pelan - pelan kita lewat pohon ini, ni pohon kita jadiin jembatan
buat sampe bawah!", salah satu dari kami bilang "Tis bahaya takutnya
walaupun tuh pohon gede takutnya dia keropos takutnya patah tuh pohon pas kita
lagi lewatin?..", gw coba dulu ya!!, saya pun mencoba naik ke pohon yang
tumbang itu untung nya pohon itu melintang tidak terlalu curam mungkin bisa
saya ibaratkan seperti ("Perosotan yang ada ditaman kanak- kanak")
saya pun merangkak pelan - pelan karen benar - benar licin permukaan kayu tua yang
sudah tak ada kulit pohonya sedikit pun yang berbalut lumu, setelah saya
terlihat aman menaiki pohon tumbang satu persatu mereka bertiga pun membuntuti
saya dibelakang akhirnya kami sampi kebawah.
Perjalanan
pun mulai kami lanjutkan kembali langit pun semakin gelap malam hari pun
sebentar lagi tiba, kami pun cepat - cepat mencari tempat yang kira - kira aman
untuk mendirikan tenda untuk kami bermalam,keadaan kami pun semakin memburuk
fisik kami mulai menurun dan sangat lemas kami semua hanya bisa memaksakan
melanjutkan perjalanan hingga akhir nya kami menemukan tempat untuk bermalam
karena keadaan hutan sudah cukup gelap kami pun tidak mau mengambil resiko apa
pun untuk melanjutakan track malam.
Malam
kedua yang kami lewati yang mengungkapkan salah satu Misteri yang berada di gunung
Ciremai
Akhirnya kami melihat di sebrang sungai ada tempat
yang kurang lebih panjang dan lebarnya 3 x 2 meter yang berada persis sebelum
air terjun yang tingginya puluhan meter sampai kebawahnya kami pun dak melihat
dasar dari jatuh nya air aliran sungai yang tepat berada 1,5 meter dari tempat
kami mendirikan tenda.
Kami pun tidak bisa mendirikan tenda
selayaknya karena keadaan tempat yang kami pilih ranting - ranting pohon
ditempat itu seperti membuat atap dan akhirnya kami mendirikan tenda
alakadarnya yang penting kami terlindung dari dinginnya malam dan embun. Pintu
tenda kami pun menhadap ke jurang air terjun yang ada di depan kami jarak pintu
tenda kami kejurang hanya terhalang batuan yang tidak besar dan pohon yang
merambat di bibir tebing, jadi kami terhapit disebelah kiri kami aliran sungai
didepan kami jurang sebelah kanan kami pepohonan yang cukup lebat.
Setelah tenda kami berdiri yang
tidak jelas bentuknya kami pun mulai menyalahkan lampu badai yang kami bawa
satu kami taruh di dekat bibir jurang tepat nya di depan pintu tenda diatas
batu yang satu lagi kami taruh di depan pintu tenda digantung dengan beberapa
ranting pohon, cahaya lampu yang kami nyalakan lumayan agak membantu untuk
pandangan mata kami melihat sekitar depan tenda, terus terang kami sebenarnya
sangat takut ditempat yang kami putuskan untuk bermalam, semua terpaksa harus
memilih tempat ini karena kami sudah tidak mungkin lagi bisa melewati air
terjun yang sangat tinggi dan keadaan hari pun sudah semakin gelap.
Rasa dingin malam pun mulai terasa
dan rasa lapar kami pun semakin menjadi kami semua hanya bisa menahannya,
karena tak ada lagi yang bisa kami lakukan pada saat itu selain berharap bisa
keluar dari hutan ini. Selama kami belum bisa memejamkan mata obrolan kami
berempat hanya bisa memberi semagat satu dengan yang lainya kata - kata yang
sering keluar dari mulut kami "Kita pasti bisa pulang!", kami merasa
semakin solid tidak ada lagi perdebatan yang pernah ada diantara kami dalam
memutuskan sesuatu, kami semua merasa lebih saling menjaga satu dengan yang
lainnya, yang sangat kami khawatirkan pada saat itu kami kehilangan salah satu
dari kami karena keadaan yang sangat keritis kami sudah dua hari satu malam
lambung kami tidak terisi apa pun kecuali air dan pucuk - pucuk daun yang kami
bisa makan.
Kami pun semua mulai berusaha
memejamkan mata kami posisi kami didalam tenda Naning berada persis di dekat
mulut tenda saya berada disebelah nya di lanjutkan Encam disebelah saya dan Peking
ada di paling kanan dari kami, suasana disekitar kami pun sangat hening dan
saya pun seperti orang yang setengah tidur mendengar suara burung yang hinggap
di atas tenda kami mengeluarkan bunyai layak nya burung yang sedang hinggap
didahan pohon, di saat saya mulai tertidur tiba - tiba Naning yang berada di
sebelah kiri saya berteriak sambil ia menangis" ALLAHHU AKBAR....LAILAH
HAILLAULOH........ASTAGFIRLLAH ALAZIM.....YA ALLAH..............!!!",
terus Naning berteriak tidak berhenti saya pun langsung kaget dan panik saya
takut terjadi apa - apa dengan Naning, Encam dan Pekingpun masih tertidur
seakan - akan mereka tidak mendengar teriakan dari Naning, saya pun langsung
menyikut tulang iga Encam yang tepat berada di sebelah kanan saya lalu dengan
rasa kesakitan sikutan saya Encam terbangun dan Peking pun terbangun, kami pun
dengan rasa ketakutan dan panik pada saat itu melihat Naning berterik dengan
rasa takut yang luar biasa sampai ia gemetar sambil menangis kami pun bertanya
kepadanya "Kenapa lo Ning ada apa?.........", terus kami bertanya dan
Naning pun bergeser mendekati kami ia hanya menjawab " YA ALLAH
.....LAILLAULAH.......GW PINGIN MALAM INI KITA SEMUA JANGAN ADA YANG TIDUR KITA
SEMUA BERDO'A SAMBIL NUNGGU PAGI, GW MOHON KITA SEMUA MALAM INI JANGAN ADA YANG
TIDUR GW MINTA CUMA ITU !!!", kami terus bertanya " Ia ada apa
Ning?........",Naning tetap menjawab seperti tadi ia tidak mau
menceritakan apa yang telah terjadi dengannya, suasana pun semakin terasa tidak
nyaman lampu yang kami taruh di bibir jurang pun mati dengan sendirinya, kami
semua pun tidak kuat melihat Naning yang terus ketakutan dan tidak berhenti
menangis kami bertiaga pun tidak bisa menahan air mata, kami semua berdo'a
memohaon kepada Allah semoga kami semua selalu di lindunginya.
Suasana pun semakain terharu saat
Encam berdo'a secara sepontan mengeluarkan kata - kata yang sangat menyentuntuh
dan mengungkap kan seluruh kepasrahan kepada Allah SWT, kata - kata yang keluar
dari mulutnya saya masih sedikit ingat " Ya Allah memang kami mahluk yang
sangat lemah yang penuh dengan dosa dan kami mahluk yang sangalah kecil mungkin
lebih kecil dari butiran debu tolong selamat kan kami dari hutan belantara ini
keluarkan kami dari hutan belantara ini ya Allah kami memohon kepada mu karena
engkau adalah maha pengasih maha penyayang maha dari segala maha kami
hanya bisa memohon kepada mu karena hanya engkau lah yang mampuh menyelamatkan
kami semua dari hutan belantara ini ?..".
Tak satu pun dari kami yang bisa
memejamkan mata, suasana di dalam benar - benar kami rasakan sangat amat sangat
mengharukan kami hanya bisa duduk berkumpul saling berdekatan dan benar -benar
memasrahkan dan mengikhlaskan apapu yang akn terjadi kepada kami.
Hari Ketiga kami Tersesat
Waktu pun terlus kami lalui akhirnya kami pun sampai menemui
pagi hari kurang lebih pukul 05:30, kami pun dengan kondisi yang sangat buruk
entah fisik kami maupun mental kami yang masing - masing lambung kami tak
terisi apapun dan adanya kejadian semalam yang di alami oleh Naning.Kami semua
keluar dari tenda dan salah satu dari kami ingin mematikan kedua lampu badai
yang kami nyalakan ternyata yang menyala tersisa hanya satu yaitu yang kami
taruh di depan pintu tenda dan yang satunya yang kami taruh sebelumya di
perbatasan jarak antara jurang dan tenda yang ada didepan kami kondisi lampu
itu keadaan mati dan lampunya pun pecah seperti telempar batu dan yang uniknya
sedikitpun lampu itu tidak bergeser dari tempat asal nya kami simpan tap lampu
itu terlihat terkena benturan benda keras, kami pun hanya hanya bisa saling
menayakan "kenapa bisa pecah ya lampu padahal nih lampu ga bergeser atau
jatuh dari tempatnya di taruh?.......", kami semuapun sampai saat ini
belum tahu penyebabnya.
Akhirnya kami pun melipat tenda dan
mengemasi barang - barang yang kami bawa, di keadan hutan sekeliling yang masih
agak gelap karena belum ada pantulan sinar matahari yang masuk ke dalam hutan,
kabut dan embun pagi pun masih terlihat tebal keadaan yang sangat dingin kami
pun tidak bisa memasak air untuk menghangatkan lambung kami yang kosong,
akhirnya kami hanya bisa meminum air kali yang ada di deka kami yang sangat
dingin kami pun melanjutkn langkah untuk mencari jalan keluar.
Kami semua kesulitan harus melewati
jalur mana karena apabila kami harus menelusuri aliran air, kami semua harus
melewati air tejun yang ada di depan kami dan setelah kami lihat tidak mungkin
kami bisa melewati air terjun itu karena benar - benar curam dari jarak kami
berdiri sampai kebawah sana jaraknya mungkin puluhan meter dan apabila kami
mengambil jalan menaiki tebing dan menulusuri hutan yang hannya acuan nya
menjaga jarak jangan sampai jauh dengan aliran sungai kami semua sangat takut
akan tersesat kesulitan mencari aliran sungai lagi, karena sebenar nya kami
sudah pernah mengalami itu di hari sebelum nya yang saya tidak ceritakan!!,
"Sebenar nya mengapa Encam menaiki salah satu pohon yang tinggi dan Naning
mencoba menanyakan arah pulang ke salah satu ekor burung yang sangat banyak di
hutan kering sana karena kami semua sebelum dan sesudah memasuki hutan
kami mengalami sebuah kejadian yang sangat janggal yaitu kami melihat arah
matahari ber ubah - ubah empat arah sedangkan sebenar nya arah matahari dari
dahulu mungkin hingga nanti matahari hanya terbit dari timur dan tenggelam
kebarat, tetapi yang kami alami bukan seperti itu, pada saat itu kami
sebenarnya mengabil acun arah matahari kami akan turun kearah barat tetapi
setelah selang kami berjalan selalu berlawanan arah apa yang kami tuju malah kami
seakan - akan kembali lagi ketempat semula, karena saya masih inat sekali pada
selama kami melewati hutan belantara itu kami selal membuka jalan dan menandai
jalan yang kami lewati dengan memotong salah satu dahan yang ada di sekitat
kami pabila kuarng lebih kami berjalan setengah atau satu jam, ternyata kami
pernah mengalami seperti melewati jalan yang sama!".
Oleh karena itu kami sangat
ketakutan apabila memasuki hutan belantara seperti itu lagi, tetapi mau tidak
mau kami menaikitebing untuk bisa sampai ke bawah sana, kami semua mulai
menaiki tebing lagi dan melewati hutan yang sangat alami itu kami pun terus
mengarah kearah yang lebih landai atau turun dengan berpegangan ranting dan
dahan - dahan yang ada disana semakin lama kami semakin terus mengarah turun
Encam pu masih menjadi orang yang membuka jalan kami bertiaga mengikuti di
belakang nya tiba - tiba Encam berhenti ia bicara kepada kami " Kayanya
kita mau ga mau bagai mana caranya kita harus tetep ambil arah yang terus
turun, karena gw g mau kita masuk lebih dalem lagi ngejauhin aliran
sungai!!", di depan kami jalur nya semakin agak curam kami hannya bisa
berpegangan ke dahan - dahan agar tidak terjatuh, semakin kami terus berjalan
untuk melewati jalan yang semakin curam untuk melewati nya kami sampai tak bisa
lagi berdiri karena ranting atau dahan semakin kecil dan kami harus duduk
(posisi nongkrong) dan sangat pelan - pelan seka merayap tiba - biba Encan yang
di depan kami bertiga teriak " Tahan..,tahan..Jagan ada yang bergerak lagi
semua mundur...mundur....!",saya yang persis ada di belakang saya pun
memang merasakan tanah yang saya duduki atau alas di bawah saya terasa bergerak
pelan seperti menahan beban saya,
Kami semua pun bergerak mundur
dengan pelan - pelan ternyata jalur yang kami lewati, di depan Encam
jurang yang sangat tinggi kami semua tidak tahu di depan kami jurang karena
selama kami duduk merangkak sekeliling kami penuh ranting - ranting kecil
berserta dedaunan dan akara - akar yang merambat, ternyata pada waktu Encam
berteriak mundur dan ia bergerak mendur ber lahan - lahan tanpa sadar Encam pas
melihat ke bawah ia sunyaris melebati bibit tebing jurang itu pun ia melihat ke
bawah karena Encam merasa yang ia duduki bergerak ke bawah, dan ternyata yang
di bawah nya hannya akar - akaran pepohonan yang merambat hingga terbentuk
seperti tanah yang terbuat dari akar - akaran.
Ternyata tanpa kami sadari berempat
yang jarak antara kami sangat berdekatan, kami semua ternyata sudah berada
tergantung hampir melewati bibir tebing jadi kami semua hanya tertahan akar -
akar pepohonan yang merambat yang di penuhi daun - daun kerin selayak nya
tanah.Setelah kami sudah ditempat yang agak aman dan benar - benar yang kami
duduki tanah, Encam berbicara kepada kami sambil mengelus - elus dada nya
" Astaqfirllah Alazim...di bawah gw tadi ternyata jurang dalem baget,
ternyata kita semua ngegantung di akar ternyata itu akar bukan tanah!, Pokok
nya kita semua sekarang harus lebih hati - hati gw ga tau apa jadinya klo akar
itu patah?....".
Setelah kami berhenti sebentar
sambil meminum air, kami pun melanjut kan perjalanan kembali sekitar satu jam
perjalanan kami menemukan aliran sungai kembali, sungai itu lagi - lagi berada
di bawah sana kami melewati tebing kembali dan sama juga kami melewatinya
nyaris tergantung untuk menuruni tebing itu.Setelah sampai lagi kami ke sungai
kami melewati sungai yang air nya mengalir pelan sangat jernih yang dalam nya
sebetis orang dewasa tak lama kemudian kami bertemu lagi air terjun yang tinggi
nya kurang lebih setinggi tiang listrik, dan unik nya tebing air terjun itu
seperti perosotan yang ada di kolam renang atau water bom, dengan ketinggian
yang kami kira - kira mampu menuruni nya itu pun terpaksa karena di bandingkan
harus melewati hutan lagi lebih baik kami semua terus mengikuti jalur aliran
sungai.
Encam pun langsung meminta tali yang
ada di cariel saya " Tis keluarin tali?..", saya pun langsung melepas
cariel yang ada dipuggung saya ternyata setelah saya lihat tali itu tidak ada
di caiel saya.
Saya : "Cam ko tali nya ga ada ya, padahal lo
tw kan tuh tali di taruh di balik bag cover persis di belakang kepala gw ya
tapi ko ga ada ya?....",
Encam : "Yang bener Tis, Coba kita
cari!",
kami semua pun terus mencari sampai dengan rasa
penasaran yang benar - benar kami semua tahu sbelum nya tali itu di cariel saya
tidak pernah pindah di cariel siapapun dari kami berempat kami sampi mencari ke
cariel yang di bawa masing - masing hasil nya pun nihil tali gunung yang kami
bawa punhilang entah kemana.
Kami semua benar - benar merasa aneh
lagi - lagi apa yang kami butuh kan lenyap entah kemana, akhirnya kami semua
berpikir sambil melihat keadaan tebing yang kami akan turuni akhirnya saya
berkata kepada Encam dengan rasa yang tidak mungkin bisa kami melewati air terjun
itu.
Saya : " Cam kaya nya kita ga
bisa turun mungkin satu - satunya cara merosot kaya di Water bom!",
Encam : " Kaya nya mau ga mau kita pake cara
lo Tis",
Saya : " Sumpah gw ngeri baget Cam resikonya
gede baget di bawah ada batu gede terus ada air terjun lagi di bawah sanah gw
takut kepental ke sana cam?...",
Naning : " Ayo Tis kita coba dulu pasti
bisa!",
Encam pun mulai mencoba duduk persis
seperi kita mw turun menaiki perosotan di Water bom, "Do'ain gw ya semoga
bisa sampe bawah, liatin gw ya ?...", akhirnya Encam pun meluncur cepat
kebawah sana dan ia setelah mendekati batu besar yang di bawah ia mengerakan
tubuh nya kekiri dan membenturkan cariel nya ke batu besar itu
"sro..o.o..ott..Bugggggg!!", Encam pun sampai ke bawah ia pun terpental
akibat pantulan batu besar itu untung nya ia tidak kepental sampai air terjun
yang ada lagi di bawah sana ia merasa kesakitan, kami semua memanggil nya
" Cam....Lo ga apa - apa?...", Encam menjawab dari bawah sana sambil
merasa kesakitan " Gw ga apa - apa, yo kita bisa turun Tis gw jagain dah
lo di bawah lo ikutin cara gw aja!", lalu Peking pun mulai turun ke bawah
sana sama seperti Encam menuruni nya, Encam pun menunggu Peking siap -
siap di bawah sana menangkap peking agar tidak terpental jauh, Naning pun mulai
turun dan ia pun sampai kebawah sana, Entah kenapa saya masih tidak berani
untuk turun ke bawah sana mereka bertiga pun memangil saya " Tis ayo turu
ga apa - apa lo pasti bisa!", saya tetap saja belum berani menurui air
terjun itu, Encam memutuskan " Gini aja Tis lo turun, gw di bawah sama
yang lain sompo - sompoan kan ga terlalu tinggi lo tabrak gw aja semua!",
saya pun benar - benar salut dengan ke bersamaan kami saya meliha mereka di
bawah sana seperti panjat pinang Peking naik ke pungung Encam dan si Naning
naik di punggung peking, akhirnya saya pun meluncur ke bawah sana menabrak
meraka kami pun semua ter jatuh.
Saya sangat salut dengan mereka
bertiga walau pun mereka sakit tertimpa saya mereka masih bisa ter senyum dan
mengatakan " Tuh kan pasti bisa lo Tis ga apa - apa kan!", kami semua
pun sangat bersyukur tidak ada satu pun dari kami yang mengalami luka yang
serius hanya daerah pinggul Encam mengalami memar akibat benturan batu besar
tadi, kami pun melanjutkan lagi melewati air terjun yang ada di depan kami yang
tidak terlalu tinggi kami pun lebih mudah menuruninya dengan cara memegang
celah - celah dinding tebing air terjun.
Kami terus menelusuri aliran air
terjun yang kami lewati itu lagi - lagi perjalanan kami harus terhenti karena
di depan kami ada lagi air terjun yang agak tinggi mungkin sekitar sepuluh
meter jaraknya sampai bawah sana, kami semua merasa kesulitan untuk menuruni
nya karena cela - cela tebing agak sulit untuk kami semua jadikan pijak kan
atau pegangngan kami, tebingnya pun belumut dan sangat licin karena aliran air
yang membasahhi tebing itu, mungkin apabila tali yang kami bawa tidak hilang
mungkin kami bisa menuruni nya, kami berempat pun hanya bisa melihan dan
memikirkan bagai mana caranya kami bisa menuruni air terjun itu, tiba - tiba
Encam menjauh dari kami ber tiga yag masih melihat bagai mana caranya menuruni
nya, Encam mendekati tebing yang ada di sekitar kami semua ia berdiri menyeder
di tebing, saya menoleh kearah Encam tangan kanan Encam seperti memegang -
megang dinding tebing itu yang di penuhi tanaman merambat tiba - tiba tangan
kanan Encam seperti semanari sesuatu dari tebing itu ternyata ia menarik akar
yang besar nya kurang lebih tiga jari orang dewasa terus ia tarik terus
memanjang Encam berkata " Ini alam ini masih nyediain tali buat kita
turun!", kami pun membantu menarik akar itu yang kurang ebih seperti
dadung tetapi di akar itu ada daun - daun kecil yang menempel di sekitar akar
itu.
Alhamdulillah akar itu panjang nya
sampai ke bawah sana, Encam pun menyuruh kami "Cepet turun duluan gw
jagain tali ini dari atas!", ia pun langsung mengikat akar itu ke bebatuan
yang ada di dekat bibir air terjun itu, Peking pun mengawali menuruni air
terjun itu dengan pelan - pelan dengan cara salah satu dari tangan nya memegang
akar dan yang satu nya memegang bebatuan di antara tebing tersebut, akhirnya
Peking dan Naning pun sampai ke bawah sana dengan selamat, tiba lah giliran
saya menuruni tebing itu sebelum saya turun Encam memperingati saya "Hati
- hati tis licin?..", saya pun menjawab "Ia Cam Bismillah hirohman
nirohhim!", saya pun mulai memegang akar itu untuk turun ke bawah sana
kurang lebih saya baru turun sekiar dua meter tiba - tiba akar itu putus tangan
saya yang memegang cela batu di tebing air terjun itu ter lepas saya pun
langsung jatuh ke bawah kepala saya menghantam batu yang ada di bawah sana.
Saya masih mengingat saat ke
jadian itu saya hanya berucap "Ya Allah...Kepala gw pecah Cam?..",
tiba - tiba saya membuka mata Encam sudah ada di atas saya Encam menangis
sedang menampari pipi saya dengan kedua tangan nya sambil berkata "Gw udah
bilang Hati - hati Tis tebingnya Licin...bangun..bangun..Tis?...", saya
menjawab "Kepala gw pecah Cam.....?...", sambil memegang kepala saya
yang tersa sakit saya melihat tangan yang memegang kepala saya ternyata tangan
saya berdarah "Cam kepala gw berdarah?..", Encam dan yang lainya
membohongi saya " Ga lo ga apa - apa ga ada yang berdarah lo ga apa -
apa!!".
Dengan pandangan mata saya yang
belum jelas saya di bantu ketiga kawan saya untuk bagun saya langsung melihat
tangan saya ternyata benar - benar berdarah, darah itu untung nya hanya berasal
dari daun telinga kanan saya yang sobek terbentur batu tadi, tak lama kemudian
saya pun bisa berdiri lagi walau pun kondisi saya pada saat itu benar - benar
tubuh saya merasa lemas dan sakit, kami pun melanjutkan per jalanan lagi hanya
beberapa langkah dari tempat saya terjatuh tiba - tiba hujan turun agak lebat.
Kami pun berlindung di balik tebing
yang ada di dekat kami sambil merapatkan badan kami ke dinding tebing utuk
berlindung dari hujan, selama kami berdiam di dinding tebing itu Encam dan
Peking entah sedang membicarakan apa karena jujur saya pada saat itu haya
berdiam menahan rasa sakit dari terjatuh tadi, aneh saya terasa lemas dan
dingin yang sangat terasa di tubuh saya karena hujan yang agak deras turun
setiap mata saya mau terenutup dan tertidut tiba - tiba Naning yang persis
berdiri di sebelah saya, sikut Naning menghantam tulang rusuk saya dan saya pun
terbagun Naning selalu mengatakan kepada saya dengan terlihat sangat sedih
terus memberi semangat kepada saya " Tis bangun..bangun..bangun jangan
tidur kita pasti pulang!".
Karena pada saat itu kondisi saya
yang paling buruk dari kami berempat, tetapi mereka bertiga pun sudah mulai
lemas karen kami semua sudah dua malam tiga hari lambung kami tidak terisi apa
pun kecuali air dan pucuk - pucuk dedaunan yang kami makan selama dalam
perjalanan, pada saat itu tubuh saya sangat terlihat pucat sampai jari - jari
tangan dan bibir saya terlihat seperti tidak ada darah mengalir itu lah alasan
megapa Naning menyikut saya, karena itu ia takut saya apabila memejakan mata
akan bablas terus tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang (meninggal) saat
itu.
Hujan pun berlahan mulai mengecil dan
berhenti sebelum kami semua melanjutkan perjalanan lagi ketiga kawan saya pun
semua menghawatirkan keadaan saya Encam memberikan semangat kepada saya “ Tis
masih kuat kan kita lanjutin jalan lagi sebentar lagi juga kita pulang!”, kami
pun mulai lagi melanjutkan perjalanan untung nya kami setelah melewati air
terjun yang saya terjatuh kami tidak lagi menemukan air tejun lagi, aliran air
yang kami lewati pun mulai lebih deras dari yang sebelum nya selama kami lalui.
Kami
semua pun terus berjalan menyusuri aliran air sugai kami berempat mulai
merasakan sekarang kami sudah melewati lembah gunung Ciremai itu karena kami
semua mulai melihat pepohoan yang hidup di dataran rendah, kami semua pun
berjalan biasa membentuk barisan saya melihat lidah sepatu yang mengambang
melewati kami berempat saya pun langsung berucap “ Woy mudah mudahan kita dah
di dataran rendah tuh ada lidah sepatu yang kebawa air siapa tau ada
kehidupan?...”, itu yang terucap oleh saya karen selama perjalanan sudah tiga
hari kami tidak menemukan mahlu hidup kecuali kami berempat dan burung – burung
penghuni lembah Ciremai.
Dan
sebenar nya ungkapan ini Encam ucapkan setelah kami dalam perjalanan pulang “Sebelum
saya melihat lidah sepatu yang mengambang ternyat Encam sebelum nya melihat
jaket mengambang yang persis sepeti ada orang nya ( orang mati mengukanan jaket
dalam posisi telungup ) karena Encam melihat jaket itu membentuk badan yang
sedang telungkup Encam mengira kai semua melihat jaket itu , jujur saya terus terang
tidak melihat jaket yang mengambang di dekat kami Naning dan Peking pun sama ia
tidak melihat nya.
Tak lama
berselang aliran air sungai membelok kekanan di depan kami sebelum kami berbelok mengikuti
arah aliran sungai, di antara kami ada yang melihat pohon pisang “ Woy tuh ada
pohon pisang ada pisang nya lagi lumayan buat ganjel perut, kami semua pun
dengn cepat menuju kea rah pohon pisang itu walau pun buah pisangnya masih
mentah, di antara kami pun lansung memotong pohon pisang itu kami semua sangat
gembira walau pun pisang itu mentah kami berempat tidak menggu lama pisang itu
kami lansung makan, ternyata pisang itu tidak seperti pisang biasa nya karena
pisang itu pas kami telan terasa pahit dan seperti di dalam tengorokan kami
terasa kering dan susanh untuk menelan seperti ter cekik di antara kami pun
mulai ada yang berteriak “ Jangan dimakan lagi gw takut ni pisang bukan kaya
pisang biasa nya gw takut nya nih pisang racun?....”, akhir nya kami pun
membuang pisang itu Encam pun langsung membelah buah pisang itu ternyata benar –
benar baru saya temukan pisang itu dalam nya seperti banyak biji – biji tetapi
bukan seperti pisang batu.
Buah pisang satu tandan yang dari pohonya kita
ambil tadi yang tidak bias di makan sambil kami beristirahat sebentar di tempat
itu Encam mencincang sisa bauah pisang itu untuk di alirkan ke air, tujuan nya
kami berharap ada petani atau orang yang di ladang mengetahui ada ke hidupan di
atas karena kami mengalirkan cincagan buah pisang itu sangat banyak.
Setelah selesai
Encam mencincang pisang satu tandan itu, lalu kami melanjutkan perjalanan
kembali masih sama kami menyusuri aliran sungai saya mulai sering terjatuh
setiap melangkah Naning pun yang berjalan di belakang saya selalu membantu
membangunkan saya akar bias berhalan lagi, Naning bertanya kepada saya “ Kenapa
lo Tis hati – hati, ko lo sering banget jatuh?..”, saya pun menjawab “ Ga tau
nih Ning gw kepeleset terus!”, sebenarnya penyebab nya bukan karna batu – batu kali
yang tajam menembus telapak kaki saya yang tanpa alas sedikit pun tetapi karena
tenaga saya sudah hampir habis tidak kuat lagi melangkahkan kaki.
Dengan kondisi kami yang semakin memburuk selama menyusuri aliran air sungai rasa lemas yang sangat luar biasa lambung kami yang semakin sakit dan saya berdua Encam menghirau kan luka - luka yang ada di seluruh tnagan da kaki kami rasa takut yang semakin terus bertambah, dengan meneteskan air mata di sela perjalanan saya mengucap sebuah janji ( Nazar )," Ya Allah klo saya bisa keluar dan selamat dari hutan ini saya berjanji akan berpuasa senin kamis, itu janji saya Ya Allah tolong selamatkan kami dan keluarkan kami dari hutan ini?..", setelah saya mengucapkan Nazar Naning dan Peking pun ikut mengucapkan janji yang sama, hanya Encam saja yang tidak mengucapkan janji itu.
Mungkin kurang lebih 2 - 3 jam kami berjalan memnyusuri aliran sungai dari tempat saya Nazar, mata saya melihat kearah atas tebing yang ada di sebelah kanan dan kiri kami, tidak sengaja saya melihat hutan pinus saya pun langsung mengucap " Cam ada hutan pinus di atas tuh?.....", mereka bertiga pun langsung menanyakan " Mana Tis..Oh ia itu ada di atas sana", kami semua berpikir pada saat melihat hutan pinus pasti pasti kami semua sudah berada di dataran rendah karena pohon - pohon pinus tidak dapat hidup di dataran yang tinggi dan hutan pinuspasti di tanam, kami semua sangat yakin pasti di atas sana ada kehidupan selain kami ( maksud nya kemungkinan besar kami bisa bertemu manusia selain kami berempat.
Akhirnya kami berempat memikirkan bagai mana bisa melewati tebing yang curam dan sangat tinggi itu karena hutan pinus itu ada dia atas sana, kami semua pun membandingkan mau ambil jalur tebing yang ada di sebelah kiri kami atau sebalik nya karena kami harus benar - benar memilih jalur yang mampu kami panjat, karena dalam kondisi yang sangat lemas itu jangan kan memanjat untuk berjalan kaki saja saya sering terjatuh hampir - hampir tidak mampu lagi melanjukan langkah.
Dan kami pun mulai memutuskan kami harus bisa sampai ke atas sana karena dalam pikiran kami pasti tidak jauh dari hutan pinus ada pemukimman penduduk di kaki gunung itu, oleh karena itu kami semua harus berusaha sekuat mungkin agar segera samapi ke atas tebing itu. Kami semua ber do'a semoga kami semua bisa selamat sampai kesana dan juga semoga dugaan kami semua benar bahwa di atas sana ada pemukimman penduduk.
Naning dan Encam pun mulai memanjat tebing itu saya dan Peking pun mengikuti di belakang nya, tebing yang sangat terjal pun kami mulai panjat untuk bisa ke atas sana kami pun benar - benar merasa kesulitan ranting dan akar yang merambat di tebing sana tidak mampu menahan beban kami selain tanah tebing ya mudah longsor apabila kami pijak atau kami pegang ranting dan akar yang merambat keadaan kami semua pun yang dalam kondisi betul - betul kekurangan tenaga, dengan sangat hati - hati kami memenja dan sangat lambat karena tubuh kami yang sangat lemas lagi - lagi kami menggantungkan nasib kami kepada kesepuluh jari kami karena untuk dapat bertahan mengelantung di tebing itu, kami semua harus menusukan jari - jari kami ke tanah dinding tebing.
Kami pun baru bisa menarik nafas kami apabila kami anggap kami aman di antara dinding tebing kami baru bisa menarik nafas dan membagi air minum yang kami miliki, terus kami lakukan seperti itu bahkan sering sekali salah satu dari kami hampir terlepas dari pegangan atau pijakan kami dan ada juga sampai tergelincir, mungkin sekitar 45 menit kami bergelantungan memanjat tebing itu Naning dan Encam sampai ke atas tebing itu saya pun memaksa memper cepat untuk bisa naik keatas sana .
Tiba - tiba Encam berteriak " Ning ada orang tuh?...", Encam dan Naning pun berlari mendekati orang itu saya dan Peking tidak bisa menahan rasa syukur yang amat sangat besar air mata kami pun terus keluar, Naning langsung menagkap ke dua kaki orang itu dan ia pun tak kuat menahan tangis syukur, Encam langsung mencabut belati nya langsung ia pukulkan ke tangan kiri nya cukup keras " peletaaakkk...!! Aduh..ternyata beneran gw ga mimpi!", Encam pun meminta tolong kepada orang itu "Bu...toong bu kami baru saja tesesat di hutan sana di mana perkampungngan terdekat disini bu?...", ibu - ibu setengah baya itu yang memakai caping ( topi untuk keladang ) yang ber pakaian hitam semua dan sorot mata nya yang sangat tajam melihat kami tidak banyak berbicara ia hanya mengatakan " Saya tidak bisa bantu apa - apa, saya tidak punya makanan palutungngan ada di sebelah sana?...", sambil menunjukan tangan nya ke arah perkampungan itu, kami pun langsung meninggalkan ibu setengah baya itu kearah perkampungngan di dekat sana.
Dengan setengah berlari kami ke arah perkampungngan itu kami melewati kebun tomat dengan perut yang terasa laper kami pun memetik tomat itu dan memakan nya dengan sangat lahap, akhirnya kami berhenti untuk memakan beberapa tomat itu setelah perut kami terganjal oleh tomat.
Saya baru sadar hampir seluruh tubuh kecuali muka saya dan Encam banyak sekali luka yang masih mengeluarkan darah, kami lihat di dekat kami ada sungai kecil yang mengalir kearah pemukiman yang kami tuju kami semua membersih kan tubuh kami yang sangat kotor dan di penuhi luka, setelah selesai kami membersihkan tubuh kami tiba - tiba naning membuang celana levis nya kesalah satu pohon di dekat kami celana itu pun ter sangkut Naning sambil mengucap " Ni Celana gw jadiin kenang - kenangan di gunung ini!".
Lalu kami pun semua bergerak menuju kampung itu akhirnya kami menemukan sebuah warung lalu kami bertanya " Bu ini desa apa?.." ibu itu menjawat dengan wajah yang terlihat ketakutan melihat kami berempat dan di antara kami tubuh nya teruka dan darah yang terus keluar dari tangan dan kaki saya dan Encam ibu itu pun menjawab " Nama desa ini palutungngan!", kami pun semua kaget dan merasa tidak percaya ternyata kami masih di palutungngan seharusnya menurut kami sudah jauh dari desa awal kami mendaki.
Dengan perut yang kosong kami pun tak menyia - nyiakan makanan yang ada di meja warung itu kami terus menyantap makanan yang ada di meja dengan sangat lahap sampai - sampai kami tidak menghiraukan orang yang berada di warung itu, mereka semua hanya bisa melihat kami tak ada salah satu pun dari mereka yang menanyakan kami mungkin di dalam hati nya orang - orang itu seperti kelaparan.
Akhirnya kami memesan makan kepada ibu pemilik warung yang di bantu oleh anaknya, ibu itu pun menaruh lauk pauk yang ia jual di atas meja di depan kami, kami semua pun bergiliran menyendok nasi yang ada di bakul dan mengambil lauk pauk yang ada di meja kami semua makan benar - benar dengan lahap kelaparan dan orang lain yang ada di warung selain kami berempat kebetulan warung itu cukup ramia sewaktu mereka melihat atau memperhatikan kami apa bila kami lirik mereka seakan - akan membuang pandangan nya.
Nasi yang ada di mejapun ludes tidak tersisa, mungkin ibu pemilik warung melihat kami kasihan sangat kelaparan ibu pemilik warung pun menawarkan lagi nasi " Jang masih palay tambih sanguna", Naning pun bertanya kepada saya karena mereka bertika tidak terlalu mengerti bahasa sunda " Apa kata ibu itu Tis?..", ibu itu bilang lo masih mau nambah nasinya lagi Naning dan yang lainya pun menjawab " Muhun..muhun bu klo ada boleh!", ibu pemilik warung pun menyuruh anak nya mengambil nasi untuk keluarga nya makan.
Lalu ibu itu memberikan lagi nasi yang di ambil dari rumah nya " Ini nasi nya silahkan di makan, memang ade ini semua dari mana?...", kami semua dari puncak gunung Ciremai bu, ibu pemilik warung pun tidak menanyakan apa - apa lagi, akhirnya nasi yang keduakalinya ludes juga dan lauk - lauk yang di meja hampir tak tersisa Peking pun menghapiri ibu pemilik warung ia menayakan: " Bu berapa tambah roko sebungkus?...",
Ibu pemilik warung : " Lima belas ribu aja de!",
Peking : " Ga salah bu kita makan banyak bu kue minum lauk pauk dan nasi tabah roko sebungkus?..",
Ibu pemilik warung : " Ia bener lima belas ribu aja!",
Kami semua pun binggung kenapa murah banget kita semua sudah hampir menghabisi juala nya dan yang aneh nya lagi orang di warung itu pun yang lumayan banyak karena warung itu tempat pemberhentian angkutan desa yang memakai mobil bak terbuka tidak ada satu pun dari mereka yang menanyakan kami kecuali ibu si pemilik warung, Peking pun langsung membayar nya " Terima kasih bu, Oh ia bu klo mau keterminal naik angkutan itu dul y bu?...",
Ibu pemilik warung : " Iya de nanti setelah naik angkutan itu sampai mentok, ade trus naik angkot lagi yang jurusan terminal kuningan!" .
Peking : " Oh begitu bu trimakasih ya bu kami berakat ya bu!",
Kami semua pun menuju angkot bak yang terbuka itu kebetulan angkutan itu sudah mulai penuh, kami berempat duduk di tepi bak belakang karena alasan nya takut orang - orang yang ada di angkot itu tidak mau berdekatan dengan kami, karena darah yang terus masih keluar dari luka - luka saya dan Encam,
Hutan Pinus Pemandu jalan kami keluar
Dengan kondisi kami yang semakin memburuk selama menyusuri aliran air sungai rasa lemas yang sangat luar biasa lambung kami yang semakin sakit dan saya berdua Encam menghirau kan luka - luka yang ada di seluruh tnagan da kaki kami rasa takut yang semakin terus bertambah, dengan meneteskan air mata di sela perjalanan saya mengucap sebuah janji ( Nazar )," Ya Allah klo saya bisa keluar dan selamat dari hutan ini saya berjanji akan berpuasa senin kamis, itu janji saya Ya Allah tolong selamatkan kami dan keluarkan kami dari hutan ini?..", setelah saya mengucapkan Nazar Naning dan Peking pun ikut mengucapkan janji yang sama, hanya Encam saja yang tidak mengucapkan janji itu.
Mungkin kurang lebih 2 - 3 jam kami berjalan memnyusuri aliran sungai dari tempat saya Nazar, mata saya melihat kearah atas tebing yang ada di sebelah kanan dan kiri kami, tidak sengaja saya melihat hutan pinus saya pun langsung mengucap " Cam ada hutan pinus di atas tuh?.....", mereka bertiga pun langsung menanyakan " Mana Tis..Oh ia itu ada di atas sana", kami semua berpikir pada saat melihat hutan pinus pasti pasti kami semua sudah berada di dataran rendah karena pohon - pohon pinus tidak dapat hidup di dataran yang tinggi dan hutan pinuspasti di tanam, kami semua sangat yakin pasti di atas sana ada kehidupan selain kami ( maksud nya kemungkinan besar kami bisa bertemu manusia selain kami berempat.
Akhirnya kami berempat memikirkan bagai mana bisa melewati tebing yang curam dan sangat tinggi itu karena hutan pinus itu ada dia atas sana, kami semua pun membandingkan mau ambil jalur tebing yang ada di sebelah kiri kami atau sebalik nya karena kami harus benar - benar memilih jalur yang mampu kami panjat, karena dalam kondisi yang sangat lemas itu jangan kan memanjat untuk berjalan kaki saja saya sering terjatuh hampir - hampir tidak mampu lagi melanjukan langkah.
Dan kami pun mulai memutuskan kami harus bisa sampai ke atas sana karena dalam pikiran kami pasti tidak jauh dari hutan pinus ada pemukimman penduduk di kaki gunung itu, oleh karena itu kami semua harus berusaha sekuat mungkin agar segera samapi ke atas tebing itu. Kami semua ber do'a semoga kami semua bisa selamat sampai kesana dan juga semoga dugaan kami semua benar bahwa di atas sana ada pemukimman penduduk.
Naning dan Encam pun mulai memanjat tebing itu saya dan Peking pun mengikuti di belakang nya, tebing yang sangat terjal pun kami mulai panjat untuk bisa ke atas sana kami pun benar - benar merasa kesulitan ranting dan akar yang merambat di tebing sana tidak mampu menahan beban kami selain tanah tebing ya mudah longsor apabila kami pijak atau kami pegang ranting dan akar yang merambat keadaan kami semua pun yang dalam kondisi betul - betul kekurangan tenaga, dengan sangat hati - hati kami memenja dan sangat lambat karena tubuh kami yang sangat lemas lagi - lagi kami menggantungkan nasib kami kepada kesepuluh jari kami karena untuk dapat bertahan mengelantung di tebing itu, kami semua harus menusukan jari - jari kami ke tanah dinding tebing.
Kami pun baru bisa menarik nafas kami apabila kami anggap kami aman di antara dinding tebing kami baru bisa menarik nafas dan membagi air minum yang kami miliki, terus kami lakukan seperti itu bahkan sering sekali salah satu dari kami hampir terlepas dari pegangan atau pijakan kami dan ada juga sampai tergelincir, mungkin sekitar 45 menit kami bergelantungan memanjat tebing itu Naning dan Encam sampai ke atas tebing itu saya pun memaksa memper cepat untuk bisa naik keatas sana .
Tiba - tiba Encam berteriak " Ning ada orang tuh?...", Encam dan Naning pun berlari mendekati orang itu saya dan Peking tidak bisa menahan rasa syukur yang amat sangat besar air mata kami pun terus keluar, Naning langsung menagkap ke dua kaki orang itu dan ia pun tak kuat menahan tangis syukur, Encam langsung mencabut belati nya langsung ia pukulkan ke tangan kiri nya cukup keras " peletaaakkk...!! Aduh..ternyata beneran gw ga mimpi!", Encam pun meminta tolong kepada orang itu "Bu...toong bu kami baru saja tesesat di hutan sana di mana perkampungngan terdekat disini bu?...", ibu - ibu setengah baya itu yang memakai caping ( topi untuk keladang ) yang ber pakaian hitam semua dan sorot mata nya yang sangat tajam melihat kami tidak banyak berbicara ia hanya mengatakan " Saya tidak bisa bantu apa - apa, saya tidak punya makanan palutungngan ada di sebelah sana?...", sambil menunjukan tangan nya ke arah perkampungan itu, kami pun langsung meninggalkan ibu setengah baya itu kearah perkampungngan di dekat sana.
Dengan setengah berlari kami ke arah perkampungngan itu kami melewati kebun tomat dengan perut yang terasa laper kami pun memetik tomat itu dan memakan nya dengan sangat lahap, akhirnya kami berhenti untuk memakan beberapa tomat itu setelah perut kami terganjal oleh tomat.
Saya baru sadar hampir seluruh tubuh kecuali muka saya dan Encam banyak sekali luka yang masih mengeluarkan darah, kami lihat di dekat kami ada sungai kecil yang mengalir kearah pemukiman yang kami tuju kami semua membersih kan tubuh kami yang sangat kotor dan di penuhi luka, setelah selesai kami membersihkan tubuh kami tiba - tiba naning membuang celana levis nya kesalah satu pohon di dekat kami celana itu pun ter sangkut Naning sambil mengucap " Ni Celana gw jadiin kenang - kenangan di gunung ini!".
Lalu kami pun semua bergerak menuju kampung itu akhirnya kami menemukan sebuah warung lalu kami bertanya " Bu ini desa apa?.." ibu itu menjawat dengan wajah yang terlihat ketakutan melihat kami berempat dan di antara kami tubuh nya teruka dan darah yang terus keluar dari tangan dan kaki saya dan Encam ibu itu pun menjawab " Nama desa ini palutungngan!", kami pun semua kaget dan merasa tidak percaya ternyata kami masih di palutungngan seharusnya menurut kami sudah jauh dari desa awal kami mendaki.
Dengan perut yang kosong kami pun tak menyia - nyiakan makanan yang ada di meja warung itu kami terus menyantap makanan yang ada di meja dengan sangat lahap sampai - sampai kami tidak menghiraukan orang yang berada di warung itu, mereka semua hanya bisa melihat kami tak ada salah satu pun dari mereka yang menanyakan kami mungkin di dalam hati nya orang - orang itu seperti kelaparan.
Akhirnya kami memesan makan kepada ibu pemilik warung yang di bantu oleh anaknya, ibu itu pun menaruh lauk pauk yang ia jual di atas meja di depan kami, kami semua pun bergiliran menyendok nasi yang ada di bakul dan mengambil lauk pauk yang ada di meja kami semua makan benar - benar dengan lahap kelaparan dan orang lain yang ada di warung selain kami berempat kebetulan warung itu cukup ramia sewaktu mereka melihat atau memperhatikan kami apa bila kami lirik mereka seakan - akan membuang pandangan nya.
Nasi yang ada di mejapun ludes tidak tersisa, mungkin ibu pemilik warung melihat kami kasihan sangat kelaparan ibu pemilik warung pun menawarkan lagi nasi " Jang masih palay tambih sanguna", Naning pun bertanya kepada saya karena mereka bertika tidak terlalu mengerti bahasa sunda " Apa kata ibu itu Tis?..", ibu itu bilang lo masih mau nambah nasinya lagi Naning dan yang lainya pun menjawab " Muhun..muhun bu klo ada boleh!", ibu pemilik warung pun menyuruh anak nya mengambil nasi untuk keluarga nya makan.
Lalu ibu itu memberikan lagi nasi yang di ambil dari rumah nya " Ini nasi nya silahkan di makan, memang ade ini semua dari mana?...", kami semua dari puncak gunung Ciremai bu, ibu pemilik warung pun tidak menanyakan apa - apa lagi, akhirnya nasi yang keduakalinya ludes juga dan lauk - lauk yang di meja hampir tak tersisa Peking pun menghapiri ibu pemilik warung ia menayakan: " Bu berapa tambah roko sebungkus?...",
Ibu pemilik warung : " Lima belas ribu aja de!",
Peking : " Ga salah bu kita makan banyak bu kue minum lauk pauk dan nasi tabah roko sebungkus?..",
Ibu pemilik warung : " Ia bener lima belas ribu aja!",
Kami semua pun binggung kenapa murah banget kita semua sudah hampir menghabisi juala nya dan yang aneh nya lagi orang di warung itu pun yang lumayan banyak karena warung itu tempat pemberhentian angkutan desa yang memakai mobil bak terbuka tidak ada satu pun dari mereka yang menanyakan kami kecuali ibu si pemilik warung, Peking pun langsung membayar nya " Terima kasih bu, Oh ia bu klo mau keterminal naik angkutan itu dul y bu?...",
Ibu pemilik warung : " Iya de nanti setelah naik angkutan itu sampai mentok, ade trus naik angkot lagi yang jurusan terminal kuningan!" .
Peking : " Oh begitu bu trimakasih ya bu kami berakat ya bu!",
Kami semua pun menuju angkot bak yang terbuka itu kebetulan angkutan itu sudah mulai penuh, kami berempat duduk di tepi bak belakang karena alasan nya takut orang - orang yang ada di angkot itu tidak mau berdekatan dengan kami, karena darah yang terus masih keluar dari luka - luka saya dan Encam,
tidak lama kemudian angkutan umum itu pun mulai penuh, supir angkutan
pun mulai menghidupan mesin kami pun mulai meninggalkan desa yang awal
kami singgahi keluar dari hutan itu.
Terungkap nya seluruh misteri Gunung Ciremai
Di dalam perjalanan dalam angkutan umum kami berempat pun melihat
kearah pucak gunung Ciremai terus terang di hati saya pada saat itu,
saya dalam hati mengucap " Alhamdulillah ya Allah saya sudah di keluar
kan dari gunung itu, saya tidak akan ingin lagi ke puncak sana, trima
kasih ya Allah atas semua pertolongan mu kami semua berempat bisa
selamat Amin..!".
Selama perjalanan di angkutan umum yang kami naiki orang - orang
yang ada di angkutan umum itu kebanyakan orang - orang sudah tua ( Nenek
dan Aki - aki ), di dekat kami ada seorang nenek - nenek yang membawa
pisang satu tandan yang kuning - kuning sudah matang dari pohon nya,
tiba - tiba Naning mencolek saya,
Naning : " Tis tanya sama nenek itu gih pisang nya mau di jual kepasar pa ga klo boleh gw minta tuh pisang
enak bgt kayanya?..", karena Naning tidak bisa ber bahasa sunda akhirnya
saya pun menanyakan kepada nenek itu " Ni cau na bade di ical kapasar
nya ni?..",
Nenek : " Heunteu jang, ujang palay amun palay mangga!",
Naning : " Apaan kata nya Tis?..",
Saya : " Ga ning pisang itu g dijual kepasar klo lo mau ambil aja kata nenek itu!",
Naning pun langsung meminta ijin ke nenek itu " Nek saya minta pisang
nya ya nek?..", mangga jang nenek itu menjawab naning langsung mengambil
satu pisang itu dan memakan nya " Enak pisang nya enak ne, tria kasih
ya nek pisang nya!".
Kemudian di saat Naning sedang memakan pisang yang ia minta ada
seseorang laki - laki agak tua yang beada di dekat kami mulai bertanya
kepada kami,
Lelaki tua : " Ujang - ujang tos timana?..", karena lelaki tua itu
menggunakan bahasa sunda akhir nya saya yang menjawab nya karena ketiga
kawan saya tidak mengerti ( terjemahan ),
Lelaki tua : " Ade - ade sudah dari mana?..",
Saya : " Kami semua baru turun dari puncak sana pak! ( saya sambil
menunjukan jari kearah puncak Ciremai ynag masih terlihat dari kami ),
Lelaki tua : " Untuk apa ade ke sana dan ade semua dari kota mana?..",
Saya : " Kami semua hanya ingin mendaki ke puncak saja pa untuk menik
mati puncak gunung karena memang itu hoby kami pak, kami semua dari
Bekasi pak!"
Lelaki tua : " Tidak mungkin kalian semua tidak punya tujuan ke punca
sana, apalagi kalian jauh - jauh dari Bekasi hanya ingin ke puncak
sana?.., Saya saja yang asli penduduk kaki Ciremai dari lahir sampai
setua ini saya di sini belum pernah sampai ke puncak gunug Ciremai sana,
sebenar nya kalian punya maksud apa, sampai badan kalian penuh dengan
luka tidak mungkin hanya untuk mendaki saja?..", saya pun bingngung
dengan pertanyaan lelaki tua itu dan orang - orang yang ada di angkot
itu pun ter masuk ketiga kawan saya hanya bisa mendengarkan walau pun
kawan - kawan saya hanya mengerti sedikit dari obrolan saya dan lelaki
tua itu,
Saya : " Benar pak kami semua tidak memiliki maksud apa - apa ke puncak
cIremai sana kami hanya pencinta alam yang hoby kami mendaki gunung,
badan saya yang penuh luka ini karen kami semua sudah tiga hari tersesat
di Gunung itu pak, Alhamdulillah kami semua bisa selamat!", seluruh
penumpang yang ada di angkutan umum itu pun terlihat kaget karena kami
melihat dari mimik muka mereka semua,
Lelaki tua : " Oh begitu kalian semua baru saja tersesat!",
Saya : " Ia pak kami sudah tiga hari tidak menemukan jalan keluar dan
kami pun ke habisan perbekalan setelah tiga hari kami baru bisa makan di
warung tadi pak!"
Lelaki tua : " Astaqfirllah alajazim, untung nya kalian semua selamat
karena setahu saya dan warga sekitar kaki puncak gunung Ciremai apa bila
tersesat di gunung itu jarang sekali yang selamat, saya kira sebelum
nya kalian semua kepuncak gunung itu untuk mencari ilmu ( bertapa ),
jujur kami semua takut dan kaget ketika kalian semua datang kewarung
dengan kondisi yang penuh luka dan memakan makanan seperti orang
kelaparan karena itu kami semua pu yang ada disana sungkan untuk
bertanya pada kalian.
Saya : " Oh begitu pak!".
Tidak lama kemudian kami sampi ketempat pemberhentian angkutan unmum
desa itu kami semua pun yang tersisa di dalam angkutan umum itu turun
semua melanjutkan tujuan masing - masing lelaki tua itu pun ber ucap "
Hati - hati di jalan nya jang!", kami semua pun menjawab " Ia pak terima
kasih!". Lalu kami menuju kesebuah perempatan tempat angkot ngetem
kearah terminal kuningan, uang yang tersisa di kantong kami pun tidak
cukup untuk ongkos pulang akhirnya Peking menyuruh saya dan Encam
menunggu di dekat tukang gorengan karena Peking yang di temani Naning
mau mencari mesin ATM untuk ongkos pulang, Akhirnya Peking pun mencari
Mesin ATM terdekat.
Saya dan Encam yang mengalami luka - luka yang masih mengeluarkan
darah pun menunggunya di perempatan itu yang dekat tukang gorenagan dan
tempat ngetem angkutan yang menuju salah satu nya keterminal kuningan,
saya dan Encam pun sambil menunggu Peking dan Naning yang belum tau di
mana mesin ATM itu berada, saya berdua membeli beberapa gorengan dan
yang unik nya Entah mengapa per empatan tadi yang di tongkrongi calo -
calo atau pemuda yang di jalan yang ber penampilan seperti preman yang
warna rambut nya ada yang pirang, hijau dan badan nya ber tatto mereka
semua hanya melirik kami persis seperti ke jadian di warug tadi apabila
mereka melirik kami balasi melirik mereka semua cepat - cepat membuang
pandangan nya tiaba - tiba satu per satu pergi dari tempat nya dan
memilih menongkrong di sebrang jalan kami.
Saya dan encam pun saling bertanya " kenapa ya orang - orang ko pada
pergi ya, apa kita aneh ya cam?..", kami berdua benar - benar merasa
aneh dengan orang - orang yang ada dekat kami sampai - sampai setiap
orang yang melewat di dekat kami hampir tidak ada satupun yang tidak
menoleh ke arah kami ber dua, tidak lama ke mudian Peking dan Naning pun
datang ia sudah menemuan Mesin ATM yang ia cari.Encam pun langsung
mengatakan " King kaya nya kita semua ke terminal ga bisa naik angkot
dah, soalnya dari tadi pas gw nunggu lo berdua orang - orang kaya aneh
geliatin gw berdua Utis, takut nya orang - orang g mau naikin angkot
yang kita naikin soal nya ni darah belum bisa berenti, gimana kalo kita
jalan aja sampe terminal?..", Peking pun menjawab ayo kita lanjut jalan
klo begitu alasa nya.
Ungkapan Naning bertemu dengan Nenek - nenek di lembah Ciremai
Kami semua pun melanjukan perjalanan mengikuti arah angkot yang ke terminal, tetapi tetap saja selama kami ber jalan apa bila bertemu orang yang ber papasan atau orang - orang yang berjalan di depan atau di sebrang jalan saya berdua Encam menjadi per hatian mereka, Encam pun memiliki ide membalut semua luka nya dengan perban yang kami bawa kurang lebih Encam seperti mumi yang di balut perban, kami ber tiga pun mener tawakan Encam " Ha..ha....ha..Cam lo kaya Mumi!" tetap saja encam membalut luka nya dengan harapan bisa berhenti darah yang keluar dari kaki dan tangan nya.
Perjalanan pun terus kami lanjutakan tidak lama kemudaian perban putih yang membalut luka Encam pun berubah menjadi pink akhir nya melepaskan nya, kami semua pun binggung mengapa luka saya berdua Encam sangat sulit berhenti mengeluarka darah, tidak lama kemudian saat kami berjalan tiba - tiba Naning berbicara kepada kami semua, " Sebener nya lo tau ga pas waktu kita semua nginep di gua walet, abis gw kencing sama Utis abis itu sebener nya gw g bisa tidur lo semua gw dengein dah tidur pules gw ngedenger ada suara langkah orang yang masuk ke dalam goa walet gw jelas baget ngedenger langkah nya kaya nya dia pake sepatu suara nya bener - bener jelas ( Pelak...pelak...plakkk..) gw bener - bener ketakutan waktu itu gw cuma bisa meremin mata gw ga mau degerin tuh langkah eh ga lama kemudian ada suara geraman kaya macan ( Heeee..mmm... ) , sumpah gw bener - bener ketakutan saat itu gw terus baca surat pendek yang sebisa gw, ga tau pokok nya gw di malem itu di dalam goa ga bisa tidur pules eh pas gw tidur gw mimpi ketemu nenek dia bilang kita bakalan tersesat tiga hari di gunung ini, ga lama kita bangun semua karena dah pagi jadi sebenar nya kita tersesat udah di kasih tau lewat mimipi gw di goa walet, tapi sumpah gw ga berani nyeritai selam masih kita di gunung Ciremai!".
Kami bertiga pun kaget mendengar cerita dari Naning, berarti benar waktu Peking seperti orang mengigau terbagun waktu di goa walet ia menyanyikan sebuah lagu yang kami semu tidak tau lagu siapa yang lirik nya ada kata - kata " Aku tersesat di hutan Belantara ini!", kata - kata itu ada hubungan nya dengan mimpi Naning di goa walet itu.Naning pun mengungkap kan lagi kejadian waktu malam ke dua kami menginap di dekat air terjun " Terus malam kedua kita waktu diriin tenda di deket air terjun kenapa gw teriak - teriak ketakutan gw suruh lo semua g boleh tidur gw bener - bener takut, malem itu abis ada burung yang menemplok persis di atas tenda gw bener - bener jelas ngeliat Nenek - nenek pake tongkat panjang rambut nya hampir menyentuh tanah pake baju kaya dari sisik ular terus kuku nya panjang banget, dia persis ada di depan pintu tenda ( Nih gw cerita ke elo sekarang sumpah gw sekarang merinding ) lo tau ga dia ngomong "Ku makan semua kalian?,.....", gara - gara itu gw sumpah ga kuat bener - bener ketakutan lo pada masih pada tidur maka nya gw langsung teriak - teriak Allahhuakbar...Laillahaillaullah...., langsung hilang itu Nenek - nenek baru lo semua pada bangun itu gara - gara nya gw teriak - tertiak benar - benar ketakutan, nah abis itu kan kita semua ber do'a kumpul sambil duduk sampe pagi sebelum pagi gw ngalamin yang aneh lagi gw bener - bener nyata liat Subur ( Sepupu Naning yang dekat sama dia ) tiba - tiba subur datang nyamperin gw di tenda dia di pintu tenda ngomong sama gw,
Subur : " Ngapain ning lo di sini?..",
Naning : sambil menangis Naning " Tolongin gw Bur gw ga tau jalan pulang?...",
Subur : " Lo bisa pulang gw kesini nyamper lo pulang Ning!",
tiba - tiba subur hilang, tapi benar - benar nyata subur datang ketenda gw benar ngerasa aneh banget sama kejadian malam itu".
Kami bertiga benar - benar kaget mendengar semua ungkapan dari Naning selama di gunung Ciremai itu, sampai saat ini pun kami tidak pernah mendengar ungkapan atau cerita dari Encam dan Peking apa yang ia alami dia selama kami tersesat di gunung itu, karena pada waktu Encam memimpin perjalanan waktu kami tersesat kami melihat Encam apabila kami menemukan jalan buntu, Encam selalu membenturkan kepala nya ke pohon yang ada di depan nya, mungkin kalau Encam tidak menggunakan kupluk mugkin jidat nya juga terluka karena Encam membentur kan kepala nya ke pohon cukup keras dan ia berhenti apa bila salah satu dari kami menarik nya untuk menjauhi pohon itu, entah Encam sebenarnya mengalami apa pada waktu itu sampai saat ini ia tidak menceritakan.
Kami pun terus berjalan hingga kami sampai ke terminal kuningngan, saat kami baru sampai ke terminal kami pun mencari bus jurusan Bekasi tiba - tiba lelaki lumayan sudah agak tua ia mendekati kami dari mulut lelaki itu tercium bau alkohol yang menyengat lelaki itu berkata kepada Encam,
Lelaki tua : " Woy bajingan mau ke mana?...", kami semua pun tidak ada yang menjawab kami mencuekinya, lelaki itu tetap saja seperti mengajak ngobrol di antara kami,
Lelaki tua : " Jangan pura - pura g ngerti kita sama - sama bajingan, gw tau tuh lo banyak sobekan!", Encam pun dengan sangat marah ia menjawab " Bajingan bajingan lo yang bajingan luka gw ini karena ke sasar, lo dah tua banyak lagu lagi lo!", lelaki itu langsung berubah sikap mungkin melihat Encam yang benar - benar marah kepada nya, tiba - tiba lelaki itu berkata dengan agak sopan,
Lelaki tua : " Emang mau pada ke mana?.."
Encam : " Gw mau pada balik ke Bekasi, memang kenapa?..",
Lelaki tua : " Ya udah tunggu di sini aja nanti gw berentiin kalo ada bus jurusan ke Jakarta lewat, nanti ga usah bayar!", tidak lama kemudian bus jurusan Jakarta pun lewat dan lelaki itu memberentikan nya, kami pun semua naik.
Kami semua pun naik ke dalam bus lagi - lagi kami menjadi pusat perhatian seluruh penumpang bus yang ada di dalam kami pun ber pencar karena kursi di belakang yang kosong hanya dua Naning duduk di dekat saya Peking dan Encam mereka duduk terpisah di depan kami, selama per jalanan orang yang di dekat kami hanya bisa melirik kepada kami, di pertengngahan jalan ada penumpang yang turun, entah bagai mana cerita nya seorang wanita ( Emba - emba ), yang persis duduk nya di sebelah Encam, ini sebuah ungkapan dari Encam " Emba itu selama di perjalanan melihat Encam dan kami semua sangat tajam sorot mata nya Encam pun pada awal nya tidak punya kecurigaan apa - apa kepada emba - emba itu, awal nya emba itu tidak di dekat Encam tetapi setelah penumpang banyak yang turun di jalan bangku pun mulai banayak yang kosong Encam merasa aneh seoranturun g lelaki pun enggan berdekatan dengan kami apa lagi mengajak ngobrol, tapi emba itu lain dari yang lain ia menanyakan kepada Encam,
Emba : " Mas kalau mau di Karawang masih jauh ya mas?..",
Encam : " Masih lumayan ba nanti klo sampe Cikampek emba bisa turu di sana karena emba g bisa turun di Karawang bus ini lewat tol sampai ke Pulo gadung!",
Emba : " Ia makasih ya mas, nah mas nya sendiri mau turun di mana?..",
Encam : " Saya mau turun di Bekasi ba!", akhirnya bus yang kami tumpangngi sampai ke Cikampek lalu aneh nya memba itu tidak turun padahal Encam sudah mengingatkan tetapi malah jawaban emba itu,
Emba : " Saya mau turun di Cikarang mas!", Entah apa yang ter jadi dengan Encam ia pun semakin takut melihat tatapan emba - emba itu, Encam pun tidak menjawab lebih banyak diam, karena sudah tidak masuk di akal ia mau turun di mana sedangkan bus tidak akan bisa berhenti di Cikarang hanya melewati nya, emba - emba itu pun terus melirik dengan tajam ke arah Encam dan kami semua padahal kami semua ber pencar seakan akan - akan mereka tau kami berempat, tak lama ke mudian bus sudah melewati Cikarang emba - emba itu pun tidak turun karena bus lewat tol, tetapi tatapan nya semakin tajam melihat kami.
Akhirnya bus sampi Bekasi tetapi bus yag kami naiki adalah jurusan Pulo gadung ia tidak berhenti di bekasi kami memang sudah rencana turun di tol sebelum Jatibenig karena rumah kami di Cikunir, kami semua meminta ijin turun kepada konektur tetapi konektur dan supir ketakutan menurunkan kami, kami tetap memaksa akhirnya busa itu tidak berhenti hanya mengurangi kecepatan nya kemi berempat meloncat turun setelah turun tiaba - tiba Encam berterian " Kita di ikutin cewe itu cewe nya masih di dalam bus, gw curigadia bukan orang?..", kami bertiga pun kaget yang sebelum nya tidak tahu apa yang ter jadi.
Saya hanya berpikir entah ada apa dengan kami semua seperti nya kami semua masih dalam keadaan mental yang benar - benar paranoid, sangat sensitip apabila melihat kejadian janggal.
Sesampainya kami semua di rumah masing - masing (Dampak dari lembah Ciremai)
Akhirnya kami semua sampai ke gang rumah daerah kami dalam perjalanan orang - orang yang mengenali kami pun menegur dan melihat kami aneh dengan ada nya luka - luka, sebelu kami pulang ke rumah masing - masing kami selalu berkumpul dahulu kerumah Encam yang kami anggap sebagai base camp, ada beberapa teman kami yang terus menanyakan kenapa dengan kami semua, kami tidak banyak menjawab terus terang kami masih merasa percaya dan tidak sudah sampai ke rumah, setelah kami sebentar berkumpul di bascamp kami pun pulang kerumah masing - masing.
Saat saya mengetuk pintu yang membuka pintu ternyata ibu saya, saya langsung memeluk nya dan tak kuat menahan kebahagian yang benar - benar luar bisa ibu saya pun menangis melihat keadaan saya yang sangat kacau, ibu saya pun menyuruh saya mandi, setelah saya mandi kami ber kumpul di tengah rumah kedua orang tua saya, kaka pertama saya dan adik saya semua berkumpul, ternyata keluarga saya sudah punya rencan apa bila hari minggu saya belum sampai kerumah bapak dan kaka pertama saya mau menjemput ke gunung Ciremai dalam pikiran keluaga saya semua mereka akan hanya jasad saya saja, karena saya berkata pada waktu kami meminta ijin kepadanya paling lambat hari jum'at kami sudah pulang.
Bukan hanya karena itu mereka berpikir saya sudah meninggal di gunung itu, karena banayak sekali kejadian janggal yang keluarga saya alami selama saya mendaki ke gunung Ciremai, ibu saya bermimpi di dalam mimpi nya ada seorang anak lelaki seusia saya datang kerumah meminta tolong ia ber diri di depan pagar rumah saya,
Lelaki muda : " Bu tolong bu?..",
Ibu : " Ia minta apa de?..",
Lelaki muda : " Saya hanya minta gula bu!",
Ibu : " Sebentar ya de ibu ambil dulu!",
Setelah ibu saya mengambil gula dari dapur ingin memberikan kepada lelaki yang meminta gula itu ternyata lelaki itu sudah tidak ada, lalau adik saya kiki sama ia pun berminpi di dalam mimpinya saya meminta memotong rambut saya dan di mandikan oleh nya, tanda - tanda itu lah yang membuat keluarga saya sangat yakin pasti terjadi sesuatu dengan saya , bukan hanya itu kaka ipar saya pun mengalami kejanggalan saya yang sering bernyanyi sambil bermain gitar di teras atas, kaka ipar saya menanyakan kepada ibu saya,
Kaka ipar : " Bu Utis dah pulang ya ?..",
Ibu : "Belum, tau nih sampai hari ini belum pulang padahal katanya jum'at paling lambat!",
Kaka ipar : " Ah yang bener bu tadi saya denger dia maen gitar sama nyanyi di atas?.."
dan ada satu lagi kejadian yang sangat tapi nyata ceu Isah yang saat itu bekerja di rumah saya da kebetulan rumah nya berdekatan dengan saya ia melihat saya berdua teman saya yang ia tidak kenal lewat di depan rumah nya ia memangil saya tetpi saya tidak menjawab hanya cuek saja berjalan di depan rumah nya, lalu ceu Isah pun datang kerumah saya menanyakan kepada ibu saya " Bu Utis sudah pulang ya, tadi saya liat dia berdua teman nya lewat didepan rumah saya tapi ga biasa nya dia ga jawab apa - apa lewat aja, Itulah yang membuat keluaga saya benar - benar takut terjadi sesuatu kepada saya dalam pendakian.
Ternyata bukan hanya keluarga saya saja yang di berikan tanda keluarga Naning pun mengalami kejadian janggal salah satu keluarga nya di dalam mimpi nya Naning meminta di buatkan rumah, menurut keluarga Naning setelah mendengar ada yang bermimpi seperti itu dan Naning sedang melakukan pendakian mereka pun sama berpikir takut terjadi sesuatu kepada Naning.Peking dan Encam saya tidak mendengar ada kejadian apa di keluarga nya selama ia pergi mendaki, hanya saya mendengar langsung dari Encam ke esokan harinya sekitar jam empat atau jam lima sore, ternyata setelah kami pulang dari rumah nya ( base camp ) ke rumah masing - masing ia tidak berani tidur ia belum percaya 100% bahwa ia benar - benar sudah pulang ia takut kalau tertidur ia tidak bisa bangun lagi untuk selama nya.
Sekita satu bulan setelah pendakian kami mendengar kabar Naning sakit sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur nya sampai - sampai ia membuang air kecil dan air besa di tempat ia berbaring, aneh nya ia sering berteriak kesakitan dan ia seperti orang yang kesurupan ia sering mengucapkan "Ki Sandang maya berada di lembah gunung Ciremai?..", obat dari dokter pun tidak bisa menyembuhkan Naning akhirnya keluarga nya pun meminta bantuan kepada para kiyai ( alim ulama ) yang mengerti dunia selain alam kita ternyata para kiyai pun yang di pangil kerumah nya belum dapat menyembuhkan nya , sampai ada salah satu orang pintar yang membacakan ayat suci AlQur'an aneh nya orang itu belum selesai membaca nya di depan Naning pada saat itu yang sedang sakit malah Naning sudah selesai mengulangi bacaan itu.
Sudah beberapa orang pintar yang ingin menyembuhkan Naning hasil nya tetap sama, Naning sebelum teriak - teriak kesakitan ia selalu mendesis dahu seperti ular lalau ia berteriak kesakitan, setelah beberapa bulan kemudaian Naning sudah dapat bangun dari tempat tidur nya, Encam dan teman - teman yang lain menjenguk Naning dan yang aneh nya dari beberapa orang yang menjenguk ada satu orang teman saya yang di tampar hanya dengan kedua jari Naning langsung sobek mengeluarkan darah dari pipi nya seperti di gores oleh silet.
Berapa bulan kemudian kami bertiga saya , Encam , Peking pun ingin sekali menjenguk nya walau pun ibu nya Naning melarang kami untuk menjenguk nya, Kami bertiga pun mendatangi rumah Naning karena kami mendengar kabar naning sudah agak membaik sudah tidak berteriak - teriak kesakitan, akhir nya kami bertemu dengan nya, pada saat kami kerumah nya naning ternyata sedang tertidur di sopa ruang tamu, mendengar suara kami Naning pun langsung terbangun menyapa kami fisiknya benar - benar terlihat seperti orang yang sehat, kami pun sangat senang melihat Naning sudah sehat Naning langsung menyapa kami " Oh lo kemana aja lo, yo seni kita ngopi bareng!", kami pun duduk di depan teras nya sambil mengobrol dan menanyakan keadaan nya, kami sangat di larang oleh keluarga nya apabila membahas entang pendakian itu, kami bertiga pun tidak sedikit pun membicarakan tentang pendakian, kami sempat bertnaya kepada Naning " Ning kenapa lo suka teiak kesakitan?...", kaya ada golok yang menysayat - sayat badan gw makany gw suka usir tuh golok "seeeeeeeetttt....Ssssssssseettt..." , itu gw lakuin buat ngusir tuh golok soalnya kalau golok itu kena badan gw rasanya sakit baget.
Tiba - tiba Naning berkata " Wah lo masih inget ga kita kemaren itu ngedaki Ciremai!", kami bertiaga sangat takut apabila Naning membicarakan itu, ternyata Naning benar - benar sangat aneh ia berbicara tentang pendakian aneh nya naning masih ingat nama tempat kami menuju palutungan hingga lengkap nomor angkot dan nama jurusan nya pokoknya benar - benar lenkap ia menceritakan tentang pendakian tidak lama kemudian Naning yang sebenar nya tidak bisa ber bahasa inggris tiba - tiba naning melanjutkan cerita pendakian dengan menggunakan bahasa inggris sangat pasih, kami semua pun kaget tiba - tiba ibu nya marah - marah kepada kami, kami pun disuruh pulang oleh ibu nya Naning, karena ibu nya Naning menyangka kami yang memancing membicarakan tentang pendakian, kami pun benar - benar merasa sedih melihat salah satu kwan kami mengalami seperti itu.
Kurang lebih satu tahun Naning mengalami sakit yang kami semua tidak mengerti sebenar nya Nanig sakit apa, kami pun bersyukur bisa bertemu dengan naning ia walau belum sembuh 100% Naning sudah bisa main ketongkongan kami, tetapi tetap saja masih ada saja sikap Naning yang agak aneh apabila Naning sudah tertawa ia seperti orang yang tidak bisa menahan ketawa ia tertawa tidak berhenti cukup lama sampai ia mengelurkan air mata, kami melihat sebenar nya diri Naning tidak mau tertawa tetapi ia seperti ada yang mengendalikan, apa mungkin karena Naning tidak melakukan Najar nya entah apa kami pun tidak mengerti.
Kami bersyukur beberapa lama kemudian kami bertemu Naning sudah membaik akhirnya semua bisa kembali seperi semula, sebelum saya pergi keluar kota saya bertemu Naning terakhir kalinya ia mengatakan ke inginan nya kepada saya " Tis kita bikin reuni berempat yo tapi sekarang mah ga usah ke gunung mending kepantai aja gimana saya pun menjawab " Boleh aja nih kita obrolin lagi aja sama yang lainya.
Setelah dari itu sampai saat ini saya sagat jarang bertemu Naning dan Peking yang masih sering bertemu hannya Encam, saya hanya mendengar kabar Naning sekarang sudah bekerja, Encam sekarang sudah menikah dan Peking sekarang tinggal di Lombok dengan istrinya, Peking lah yang memegang dokumen Foto - foto kami selama pendakian, semoga Peking membaca dan ia mengupload foto - foto kenangngan kami semua, salam buat ketiga sahabatku di mana pun kalian berada gw selalu merindukan kebersamaan kita yang tidak pernah menyerah untuk " KEMBALI DENGAN SELMAT " karena bukan puncak gunung tujuan kita, tujuan yang sesungguh nya ialah " Kami semua dapat kembali dengan selamat " Amin........!